Selasa, 23 Oktober 2018 03:49 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Korea Selatan (Korsel) menyatakan Indonesia belum membayar tunggakan $200 juta dalam proyek kerjasama pembuatan pesawat jet tempur generasi 4.5 KFX/IFX senilai $7 miliar.
Dilansir AFP, Senin (22/10/2018), Korea Fighter eXperiment (KFX) adalah proyek senilai 8 triliun Won atau sekitar $7 miliar. Tujuan proyek ini untuk mengembangkan armada dari 120 pesawat tempur generasi baru yang asli, guna menggantikan pesawat Korsel bikinan Amerika Serikat (AS) yang semakin menua, yakni F-4 dan F-5.
Industri Kedirgantaraan Korea dan kedirgantaraan raksasa AS, Lockheed Martin, adalah kontraktor utama di proyek KFX itu. Mesin-mesinnya bakal disuplai oleh perusahaan besar General Electric.
Menurut pemberitaan AFP ini, Jakarta meneken persetujuan pada 2016 lampau untuk menjadi mitra junior. Jakarta akan menangani 20 persen dari biaya proyek serta menerima satu pesawat purwarupa (prototype). 100 Pekerja Indonesia akan ikut ambil bagian dalam pengembangan dan proses produksi.
Namun pihak Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan (DAPA) yang menangani pembelian alat utama sistem persenjataan menyatakan pada Senin (22/10/2018), Indonesia berhenti membayar bagiannya.
"Kami berencana untuk menunda negosiasi tambahan untuk menunggu pembayaran kontribusi Indonesia," kata juru bicara DAPA.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Wiranto mengatakan bahwa pihaknya sedang mencari upaya untuk membuat persetujuan baru secar keseluruhan.
"Dengan kondisi ekonomi nasional, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk merenegosiasi persetujuan itu," kata Wiranto, Jumat (19/10) kemarin.
Nilai tukar Rupiah sedang terpuruk ke titik terendah selama 20 tahun terakhir. Kondisi ini membuat pembayaran semakin mahal.
Wiranto menjelaskan, Jakarta ingin mengubah pembagian pembiayaan, pembiayaan produksi, transfer teknologi, dan hak intelektual.
"Ini jelas belum final karena kami butuh waktu. Semoga ini akan terselesaikan dalam waktu kurang dari setahun," kata Wiranto.
Namun demikian, juru bicara DAPA menekankan bahwa proyek bersama itu akan berlanjut dan pesawat tempur bakal dioperasikan sesuai rencana, yakni pada tahun 2026 nanti untuk mempertahankan Korea Selatan.
Pengembangan jet tempur ini awalnya dilakukan Korea Selatan sejak 15 tahun lalu. Namun pada 2015 dibuat kesepakatan antara pemerintah Korea Selatan dengan Indonesia untuk mengembangkan jet tempur ini secara bersama-sama. Kesepakatan kerjasama strategis (strategic cooperation agreement) program ini dilakukan pada 4 Desember 2015. Sementara kesepakatan cost sharing dilakukan pada Januari 2016.
Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia menanggung biaya program pengembangan sebesar 20 persen, sementara Korea Selatan 80 persen. Dalam 10 tahun pengembangan yang akan dilakukan hingga 2026, total biaya yang ditanggung Indonesia mencapai Rp 21,6 triliun. Sementara kesepakatan penugasan kerja (work assignment agreement) dilakukan pada januari 2016.