Jumat, 21 September 2018 06:39 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Mantan Menko Maritim era Jokowi, Rizal Ramli mengatakan, kebijakan impor beras dari Kementerian Perdagangan mendapat sorotan publik. Stok ketersediaan beras nasional terus dipermainkan.
Hal ini akibat dugaan kuatnya mafia produk pangan yang selalu menempel ke penguasa. Menurutnya, akibat kuatnya pengaruh dari para pencari rente ekonomi, Presiden Jokowi pun tidak berkutik menghadapi tekanan impor.
“Para kartel menguasai seluruh komoditas terkait kebijakan impor yang muncul ini,” kata Rizal Ramli saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk “Polemik Impor Beras” bersama anggota Komisi VI DPR Hamdhani di media center gedung DPR, Kamis di Jakarta, (20/9/2018).
Bahkan mantan Menko Maritim itu menyebutkan praktik yang dilakukan para kartel itu seharusnya tergolong subversif. “Kebijakan impor muncul di saat musim panen. Ini sistem yang kejam sekali,” ujarnya.
Menurut Rizal, Presiden Jokowi harus tegas terhadap mafia beras. Sehingga dukungan rakyat tidak tergerus. Karena besaran rente yang dinikmati mafia beras ini luar biasa. Bahkan bisa membeli sejumlah stasiun televisi nasional.
“Jokowi pidato akan hapus kartel mafia, tapi begitu Pak Jokowi berkuasa orang-orangnya ditempel mafia,” ujarnya.
Pada bagian lain Rizal mengusulkan agar pemerintah menghapus sistem kuota impor yang selama ini menyuburkan praktik kartel. Kini saatnya pemerintah memberlakukan sistem tarif dalam impor bahan pangan agar tidak membujat negara merugi merugi.
Namun, tampaknya pemerintah sampai sekarang tidak mau mengubah sistem itu. Padahal, jika sejak dulu pemerintah mau melakukan perubahan dalam hal impor, Indonesia bakal diuntungkan.
Menurutnya, Indonesia berada dalam kungkungan kartel di mana mereka kerap memainkan harga harga. Rizal lalu menceritakan modus permainan kartel tersebut.
Dia menegaskan struktur pasar di Indonesia diciptakan oleh kartel. Saat lagi panen, mereka menurunkan harga impor sehingga harga petani jatuh. Begitu tidak panen, harga kembali dinaikkan.
“Inilah yang membuat harga-harga pangan dari petani menjadi jatuh. Begitu tidak panen, harga kembali digenjot naik. Jadi petani tidak untung malah buntung. Konsumen menjadi sangat dirugikan. Ini terjadi di banyak komoditas pangan. Kami minta pemerintah benahi sistem kartel ini,” ujarnya.
Rizal mencontohkan perbedaan harga beras di Thailand yang hanya Rp6.000 dan sekitar Rp7.000 ketika sampai di Indonesia. Sedangkan di dalam negeri harga beras Rp10.000 per liter.
Sementara itu, Hamdani mengatakan masih ada persoalan teknologi dalam pengelolaan gabah yang harus dibenahi di dalam negeri. Dia mencontohkan stok beras yang terlalu lama mengakibatkan warnanya berubah sehingga tidak layak untuk dijual ke pasar. Namun demikian, dia sependapat dengan Rizal bahwa perlu pembenahan tata kelola pangan nasional dengan menyikat pelaku kartel impor pangan.
Hamdhani juga mengatakan DPR akan segera memanggil pihak terkait ke DPR untuk mempertanyakan kebijakan impor beras tersebut.
“Kami akan mengundang dan mempertanyakan hasil rapat Menko Perekonomian dan menteri terkait sehingga soal impor beras tidak menjadi polemik berkepanjangan,” pungkas politikus NasDem ini.