Minggu, 26 Agustus 2018 20:58 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Flying-submarine merupakan kendaraan yang bisa berfungsi sebagai pesawat terbang dan juga mampu menyelam di bawah permukaan air. Flying-submarine mampu beroperasi dengan baik pada dua medan tersebut, di udara berfungsi sebagai pesawat terbang dan di bawah permukaan air laut sebagai kapal selam.
Kendaraan seperti ini dipercaya memiliki keunggulan taktis dalam melancarkan sebuah operasi militer. Konsep flying-submarine ternyata sudah dikembangkan sebelum pecahnya Perang Dunia II.
Sejak tahun 2003 perusahaan Convair Lockheed Martin yang dikontrak oleh Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), divisi khusus milik Pentagon, mengembangkan jenis kendaraan militer seri baru yang dikategorikan sebagai Flying-Submarine. Sebuah pesawat terbang yang mampu menyelam di bawah permukaan laut, tepatnya perpaduan pesawat terbang dan kapal selam. Dan ini baru dalam tahap perancangan prototype yang pertama. Bentuknya bisa dilihat pada tampilan gambar di paragraph pertama tulisan ini. Kendaraan rancangan mereka tersebut dinamakan Cormorant, diambil dari nama sejenis burung elang laut yang sering menyambar ikan yang sedang berenang dibawah permukaan air laut.
Sebenarnya konsep flying-submarine bukan hal yang baru. Kabarnya Uni Soviet sudah pernah merancang kendaraan seperti ini sebelum berkecamuknya perang dunia kedua, diperkirakan antara tahun 1934 dan 1938. Rancangan mereka hanya akan digunakan untuk tujuan militer. Desain flying-submarine ini dirancang oleh BP Ushakov. Sebuah pesawat terbang yang mampu melesat hingga 200 kilo meter per jam, daya jelajah hingga 800 kilo meter, dan bisa menyelam dibawah permukaan laut hingga kedalaman 50 meter. Seharusnya ini bisa memberikan keunggulan taktis untuk Soviet jika hasil rancangan perangkat perang mereka yang baru ini digunakan pada perang dunia kedua. Tapi sayangnya desain rancangan flying-submarine itu belum pernah dilanjutkan hingga tahap pembuatan prototipe.
Hingga pada tahun 1964, perkembangan usaha pembuatan flying-submarine mulai memperlihatkan hasilnya. Itu terjadi saat Bruce Donald Reid, seorang ahli elektronika dan kontraktor indenpenden di bidang pertahanan, berhasil membuat prototipe flying-submarine yang diberinya nama Commander-1. Lalu dilanjutkan dengan pembuatan prototipe yang kedua, Commander-2. Menurut majalah Popular Mechanics terbitan tahun 1965, prototipe Commander-1 dan Commander-2 berhasil berfungsi dengan baik seperti yang diharapkan saat dilakukan uji coba. Sebuah buku dengan judul The Flying-Submarine : The Story of The Invention of The Reid Flying-Submarine, RFS-1 yang diterbitkan oleh Heritage Books Inc. pada tahun 2004 pun menceritakan hal yang sama. Tapi banyak kalangan praktisi di bidang ini menyangsikan kebenaran cerita itu. Sebab pada dekade 1960an belum ada teknologi yang mendukung pembuatan kendaraan seperti itu.
Norman Polar, yang sering menjadi konsultan pada beberapa proyek milik departemen pertahanan AS mengatakan masih banyak kendala yang harus dilalui untuk membuat flying-submarine. Transformasi dari fungsi pesawat terbang menjadi kapal selam atau sebaliknya memerlukan prosedur yang rumit. Pergantian lintasan dari udara menuju ke bawah air mungkin bisa diatasi dengan menggunakan papan peluncur (papan ski). Tapi pergantian fugsi mesin (dalam hal ini turbojet) yang dialihkan pada turbofan saat menyelam masih harus dicarikan solusinya. Sekedar informasi, DARPA mensyaratkan agar flying-submarine yang sedang dirancang bisa menyelam selama 4 hingga 10 hari pada kedalaman hingga 75 kaki dibawah permukaan laut. Benar-benar difungsikan sebagai kapal selam.