Selasa, 24 Juli 2018 08:27 WIB
Teheran, Tigapilarnews.com - Hubungan Amerika dan Iran yang sempat menurun di akhir pemerintahan Barack Obama, kini kembali memanas. Hal ini dipicu keputusan Presiden Amerika Donald Trump yang menarik diri dari perjanjian nuklir dan kembali memberlakukan sanksi kepada negara di Timur Tengah tersebut.
Terakhir, Amerika mengancam akan melarang semua negara untuk membeli minyak dari Iran. Teheran membalas dengan mengancam akan menutup selat Hormuz yang merupakan jalur penting aliran minyak ke berbagai penjuru dunia.
Presiden Donald Trump mengancam Presiden Iran Hassan Rouhani di Twitter pada Minggu malam setelah pemimpin Iran itu mengeluarkan peringatan kepada presiden Amerika pada hari sebelumnya.
Rouhani sebelumnya memperingatkan Trump untuk tidak mengejar kebijakan yang bermusuhan terhadap Iran.
“Mr Trump, jangan bermain dengan ekor singa, ini hanya akan menyebabkan penyesalan,” kata Rouhani kepada sekelompok diplomat, sebagaimana dikutip berita semi resmi Iran ISNA.
Rouhani juga mengesampingkan gagasan bahwa Amerika dapat menghentikan Iran mengekspor minyak,. Pemerintah Trump pada akhir Juni mengancam memberi sanksi terhadap negara-negara yang membeli minyak dari Iran.
“Siapa pun yang memahami dasar-dasar politik tidak mengatakan ‘kami akan menghentikan ekspor minyak Iran’ kami telah menjadi penjamin keamanan jalur air regional sepanjang sejarah,” kata Rouhani, seperti dilaporkan Reuters.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan pihaknya tidak takut untuk “mengatasi” otoritas Iran dengan sanksi “tingkat tertinggi.”
“Kami tidak takut untuk menangani rezim pada tingkat tertinggi,” kata Pompeo seperti dikutip oleh AFP di Reagan Foundation Minggu 22 Juli 2018. Menteri Luar Negeri Amerika juga mengatakan bahwa Washington ingin semua negara mengurangi impor minyak dari Iran hingga mendekati nol pada 4 November.
Berbicara kepada hadirin di Reagan Foundation, Mike Pompeo mencela otoritas Iran dengan mengatakan bahwa Iran “dijalankan oleh sesuatu yang menyerupai mafia daripada pemerintah.”
Dipihak lain para pemimpin Iran juga tetap menegaskan tidak takut jika harus berperang dengan Amerika. Bahkan menyebut Amerika harus tahu, perang melawan Iran akan menjadi ibu dari segala perang.
Di sisi lain, Israel juga terus mengancam Iran. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah sering mengancam untuk pergi sendiri melawan Iran, namun para ahli pertahanan menyebut Israel akan berpikir berjuta kali untuk melakukan hal tersebut.
Israel tidak bisa melakukan serangan bom yang cukup untuk menghancurkan semua situs nuklir Iran, dan Teheran bisa menyerang balik dengan hujan rudal di Tel Aviv, melepaskan Hizbullah di Lebanon dan pengiriman pelaku bom bunuh diri untuk mencapai target Yahudi di dalam dan luar negeri. Harga untuk Israel akan sangat tinggi.
Anggapan luas menyebut Amerika Serikat akan datang untuk membantu Israel dalam konflik tersebut, tetapi Laksamana Patrick Walsh, seorang mantan komandan Angkatan Laut AS Armada ke-5 di Teluk Persia pernah mengatakan dukungan akan tergantung pada bagaimana pertarungan dimulai.
Jika Iran menjadi agresor, Israel bisa mengandalkan bantuan Amerika. Tetapi jika Netanyahu memobilisasi untuk serangan preventive, Washington mungkin juga akan berpikir keras untuk ada di belakang Israel.
Sementara itu otoritas Iran melontarkan peringatan keras untuk Israel setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bersuara keras mengancam negara Syiah itu. Mereka mengancam balik untuk meratakan Tel Aviv dengan tanah jika Netanyahu sungguh menyerang Iran.
"Soal kata-kata Netanyahu yang tidak bijaksana, saya mengatakan jika mereka (Israel-red) melakukan sedikit saja langkah tidak bijaksana terhadap Iran, kami akan meratakan Tel Aviv dengan tanah dan tidak akan memberikan kesempatan bagi Netanyahu untuk melarikan diri," tegas Mohsen Rezaie selaku Sekretaris Dewan Kebijaksanaan Iran seperti dikutip kantor berita Fars News Agency dan dilansir The Telegraph, Rabu (21/2/2018).
Anthony Cordesman, seorang analis pertahanan berpengaruh, mengatakan jika perang melawan Iran akan memerlukan kampanye udara besar, dipimpin oleh pasukan tempur dengan 10 pembom berkemampuan nuklir B-2, serta 90 pesawat tempur canggih untuk bomber, menekan pertahanan udara musuh dan radar dan komunikasi Iran.
Amerika juga akan mengerahkan pesawat tanker untuk pengisian bahan bakar udara, katanya. Lalu ada kelompok tempur kapal induk, pasukan operasi khusus, drone, sistem rudal pertahanan dan pesawat pengintai dan satelit militer semua akan dikerahkan. Dengan kata lain, itu akan menjadi perang besar jauh lebih besar dari pemboman di Irak tahun 2003.