Kamis, 14 Juni 2018 14:05 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Banyak kaum muslimin yang antusias melakukan ziarah kubur setelah salat ‘Ied. Sejauh mana kebenaran perbuatan ini menurut syariat Islam?
Dai kondang Ustaz Abdul Somad menjelaskan masalah ini dalam Buku yang disusunnya “30 Fatwa Seputar Ramadhan”.
Ziarah kubur menurut hukum asalnya adalah sunnah karena mengingatkan manusia kepada akhirat. Disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah SAW ziarah ke makam ibunya, beliau menangis, membuat orang-orang di sekelilingnya ikut menangis.”
Rasulullah SAW berkata: “Aku memohon izin kepada Tuhanku agar aku memohonkan ampun untuknya, Ia tidak memberikan izin untukku. Aku memohon izin agar aku ziarah ke makamnya, Ia memberi izin kepadaku. Maka ziarahlah kamu ke kubur, karena ziarah kubur itu mengingatkan kepada kematian”.
Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad shahih: “Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Ziarahlah kamu ke kubur, karena sesungguhnya ziarah kubur itu membuat zuhud di dunia dan mengingatkan kepada akhirat”.
Tidak ada waktu tertentu untuk melakukan ziarah kubur, meskipun sebagian ulama menyatakan pahalanya lebih besar jika dilakukan pada hari-hari tertentu seperti hari Kamis dan Jum’at karena kuatnya hubungan ruh dengan orang-orang yang meninggal dunia, meskipun dalilnya tidak kuat.
Dari ini dapat kita ketahui bahwa ziarah kubur setelah salat ‘Ied, jika tujuannya untuk mengambil pelajaran dan mengenang orang-orang yang telah meninggal dunia, ketika masih hidup dulu mereka sama-sama merayakan hari raya, memohonkan rahmat untuk mereka dengan berdoa, maka boleh bagi laki-laki. Adapun bagi perempuan, telah dibahas dalam fatwa sebelumnya.
Jika ziarah kubur setelah salat ‘Ied tersebut bertujuan untuk memperbaharui kesedihan, untuk takziah ke kubur, atau membuat kemah, atau menyiapkan tempat untuk kesedihan, maka hukumnya makruh. Karena takziah setelah tiga hari mayat dikebumikan dilarang secara haram atau makruh. Karena hari raya adalah hari senang dan bahagia, maka tidak selayaknya membangkitkan kesedihan di hari raya. (Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar).
(Dikutip dari Buku “30 Fatwa Seputar Ramadhan” yang disusun Ustaz Abdul Somad. Ustaz Abdul Somad memilih fatwa tiga ulama besar al-Azhar; Syekh ‘Athiyyah Shaqar, Syekh DR Yusuf al-Qaradhawi dan Syekh DR Ali Jum’ah, karena keilmuan dan manhaj al-Washatiyyah (moderat) yang mereka terapkan dalam fatwanya). (exe/ist)