Jumat, 08 Juni 2018 14:30 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com _ Anhar Nasution Ketua Umum LSM FAKTA menilai langkah yang diambil pemprov DKI dibawah perintah Gubernur Anis mengenai menyegel pulau D di kawasan pulau reklamasi sudah tepat.
“Seharusnya, aparat terkait ,kejaksaan dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga harus mulai terjun untuk melakukan penyidikan mengenai terbitnya sertifikat HGB seluas 31,2 ha atas nama PT Kapuk Naga Indah yang diterbitkan BPN Jakarta Utara, karena sudah jelas-jelas telah melanggar aturan, ada apa? Melanggar aturan tetapi tetap bisa terbit. Jangan nanggung-nanggung donk”, ujar Anhar Nasution saat dihubungi redaksi Lintas Sumsel.
Anhar Nasution menerangkan bahwa penerbitan HGB di atas 5.000 meter persegi harus terlebih dahulu mendapatkan SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah) dari Pemda DKI yang dilengkapi dengan hasil pengukuran dari Kantor Pertanahan setempat.
Lanjut Anhar, sertifikat juga wajib dilengkapi berbagai persyaratan ketat dengan advice planning/RUTR/RT-RW dari Pemda DKI dan dilampiri dengan akta Perjanjian Pemberian HGB di atas HPL dengan investor serta persyaratan lain yang berlaku. Karena tidak memenuhi syarat, Anhar menilai penerbitan HGB 31,2 Ha di pulau D jelas ilegal.
Dalam Kasus ini ia menilai buruknya koordinasi para pembantu Presiden, menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sudah mengeluarkan moratorium, sementara Kementerian ATR/BPN justru menerbitkan sertifikat pulau reklamasi. Anhar mencurigai ada kongkalingkong di balik penerbitan sertifikat tak wajar itu.
“Jika saja kita kalikan harga permeternya mencapai 100 juta rupiah permeter persegi maka angka yang didapat oleh developer mencapai Rp31,2 triliun,” terangnya.
Tambahnya, Anhar meminta Menteri Agraria & Tata Ruang/Kepala BPN dapat menjelaskan ke publik secara transparan bagaimana pertanggung jawaban atas penerbitan sertifikat terutama penerbitan sertifikat HGB seluas 31,2 hektar di pulau reklamasi karena sangat jelas telah melanggar hukum dan rasa keadilan masyarakat.