Jumat, 08 Juni 2018 08:23 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ketua MPR Zulkifli Hasan kesal dengan munculnya isu ada 40 masjid di DKI Jakarta terpapar radikalisme. Dia menyebut, isu tersebut hanya membuat gaduh masyarakat. Zulkifli amat yakin, tidak ada masjid yang menyebarkan paham radikal.
"Radikal itu yang seperti apa? Masjid radikal, saya enggak setuju cap itu. Mana ada masjid radikal? Hati-hati bikin stigma," ucap Zulkifli, Jumat (8/6/2018).
Isu adanya 40 masjid terpapar virus radikalisme mencuat setelah pertemuan Presiden Jokowi dengan 42 praktisi sosial, budaya, pendidikan, dan agama di Istana Merdeka, Jakarta, Senin lalu. Cendekiawan Muslim Prof Azyumardi Azra menyatakan, topik itu pertama kali disinggung Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian yang juga putri Gus Dur, Alissa Wahid.
"Mbak Alissa mengatakan, sekitar 40 masjid yang dia survei di Jakarta, itu penceramahnya radikal, mengajarkan intoleransi dan radikalisme," ungkap Azra.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno kemudian membenarkan isu ini. Dia menyebut, Pemprov DKI telah mengantongi data 40 masjid radikal tersebut.
Pemprov pun akan mengarahkan agar kegiatan di masjid tersebut tak menjerumus ke radikalisme. Hanya saja dia tak mau menyebut masjid mana saja yang terpapar radikalisme itu.
Kembali ke Zulkifli. Dia mengingatkan, masjid adalah tempat ibadah dan tempat asal kebaikan. Kalau memang ada oknum yang melanggar hukum atau enggak beres, harusnya ditangkap dan diproses. Bukan masjidnya dicap radikal.
"Yang menyebarkan isu masjid radikal itu cuma buat gaduh saja. Kalau ada oknum yang enggak beres, tangkap saja. Jangan dibilang masjid radikal, kampus radikal. Tegas ya, saya tidak setuju cap tersebut, mana ada masjid dan kampus ajarkan radikalisme dan intoleransi. Enggak ada!" tegasnya.
Ketua Umum PAN ini menegaskan tidak membela radikalisme. Dirinya 100 persen membenci radikalisme seperti bom bunuh diri dan aksi teror sejenisnya. Baginya, aksi tersebut bertentangan dengan prinsip Islam dan kemanusiaan.
Namun, dia tidak setuju dengan stigma bahwa ada tempat ibadah menyebarkan radikalisme. Sebab, stigma tersebut bisa membuat masyarakat malas ke masjid. Kalau memang ada oknum yang menjurus ke paham radikal, langsung saja tunjuk orangnya, bukan ke masjidnya.
Kata Zulkifli, dengan isu 40 masjid menyebar paham radikal, Islam terasa semakin dipojokkan. Stigma ini melengkapi tuduhan sebelumnya yaitu intoleran, miskin, dan bodoh. Dia pun menegaskan, segala tudingan ini salah besar. Pada zaman keemasan Islam dahulu, para ilmuwan dunia muncul dari kalangan Islam.
"Ada yang menyebut, hati-hati Islam itu sumbu pendek, radikal, kumuh, dan cepet ngamukan. Itu stigma yang dibikin untuk memojokkan. Padahal, dari Masjid Nabawi, Islam berjaya. Dari Masjid di Irak, lahir ilmuwan-ilmuwan," paparnya pria yang akrab disapa Zulhas itu.
Untuk mengubah stigma ini, dia meminta umat Islam bersatu. Umat tidak boleh diam dan hanya berdoa. Jumlah umat yang besar harus dikonversi menjadi kekuatan politik dan ekonomi.
"Bagaimana merebutnya? Caranya enggak bisa pakai bom bunuh diri. Itu sesat. Kalau mau nilai-nilai Islam ingin masuk, ya demokrasi. Rebutlah (posisi) eksekutif, legislatif dari daerah hingga pusat. Itu permainannya. Produk hukum kan dari sana semua," tandasnya.
Dalam acara keliling Yogyakarta itu, Zulkifli melakukan banyak kegiatan. Di antaranya, dia ceramah di I’tikaf Ramadhan yang digelar Pondok Pesantren Budi Mulia, Yayasan Solahudin, Sleman. Kemudian, berdiskusi dengan mahasiswa di Masjid Ulil Albab, Universitas Islam Indonesia (UII) dan Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).