Rabu, 25 April 2018 11:46 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi polemik Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Jokowi mengatakan, perdebatan sengit soal TKA tersebut dipicu kepentingan politik.
"Sekarang isunya adalah TKA. Padahal sebetulnya yang kita reform bagaimana menyederhanakan prosedur administrasi untuk TKA. Jadi berbeda. Inilah yang namanya politik," kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara Pelepasan ekspor perdana Mobil Mitsubishi Expander tahun 2018 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/4/2018).
Jokowi menegaskan, dalam kesempatan apa pun seluruh jajaran menteri selalu diminta untuk mempermudah proses perizinan. Mempercepat pelayanan perizinan diyakini bisa mendongkrak pertumbuhan investasi.
"Saya minta urusan izin harus dalam sistem jam," tegasnya.
Perpres Nomor 20 tahun 2018 memang dikritik keras oleh pelbagai pihak. Salah satunya Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang mengatakan penerbitan Perpres tersebut menunjukkan sikap pemerintah yang tidak memihak pada tenaga kerja lokal.
Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Hanif Dhakiri menjelaskan, Perpres tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) diterbitkan untuk menyederhanakan prosedur dan mempercepat pelayanan perizinan TKA. Hanif menegaskan, Perpres ini sangat penting untuk pertumbuhan investasi di Tanah Air.
"Kenapa (Perpres) ini penting, agar layanan TKA tidak menghambat investasi. Karena kalau berbelit-belit, kalau ruwet, itu pasti menghambat investasi," kata Hanif saat memberikan keterangan pers di Gedung Bina Graha, Selasa (24/4).
Mantan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, selama ini prosedur perizinan TKA sangat berbelit-belit. Dengan adanya Perpres Nomor 20 Tahun 2018, TKA bisa mendapatkan kepastian dalam pelayanan perizinan.
"Inilah kemudian yang diperbaiki dengan perpres TKA itu, untuk memberikan kepastian. Jadi kalau iya, iya. Kalau enggak, enggak. Jangan sampai kemudian ada pimpang pimpong yang enggak jelas," ucapnya.
Hanif menuturkan, jumlah TKA di Indonesia sebetulnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan TKI di luar negeri. Sepanjang 2017 saja, jumlah TKA yang masuk ke Indonesia hanya berkisar 85.000 atau di bawah 0,1 persen. Sementara TKI yang berada di luar negeri mencapai 9 juta orang.
"Kalau data surveinya WB dan BPS kan TKI kita di LN 9 juta orang," ujar Hanif.
Mantan Ketua Umum DKN Garda Bangsa ini juga mengatakan, TKA di Indonesia sangat statis. Berbanding terbalik dengan TKI di luar negeri yang sangat dinamis.
"Lebih dinamis kenapa, TKI kita ini berorganisasi loh. Di Hongkong organisasi TKI ada sekitar 200-an lebih, cabang parpol ada, cabang ormasnya ada, cabangnya LSM ada, jurnalis ada, kelompok pengajian ada, paguyuban daerah ada. Saya tanya, TKA d sini ada enggak yang begitu?" kata dia.
Hanif berharap, cara pandang publik terhadap TKA dalam negeri lebih proporsional. Dia juga memastikan, pemerintah tidak memberikan kebebasan dalam bentuk apa pun kepada pekerja asing.
"Jadi saya ingin katakan di Perpres ini, kemudahannya dari sisi prosedur dan birokrasi bukan membebaskan. Yang dulunya pekerja kasar dilarang masuk, sampai hari ini juga masih dilarang masuk," tegasnya.