Rabu, 25 April 2018 08:03 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota Komisi V DPR Bambang Haryo Soekartono mengatakan, selama ini ojek online sudah menjadi bagian dari transportasi publik dan sangat memudahkan masyarakat, sehingga sudah sepantasnya pemerintah turun tangan menerbitkan peraturan yang menjadi payung hukum bagi transportasi daring (online).
“Saat ini, transportasi online sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Karena memberikan banyak kemudahan bagi masyarakat. Point to point, sehingga perlu dilindungi dari sisi regulasi,” ungkap Bambang, Rabu (25/4/2018).
Selain efisien, ia menambahkan, ojek online merupakan transportasi yang aman jika dibandingkan dengan tingkat kecelakaan transportasi publik lainnya. Ia menyebutkan, saat ini ada 15 juta pelanggan yang setiap harinya memakai ojek online, angka ini jauh lebih tinggi dengan kapasitas angkut Light Rapid Transit (LRT) yang hanya mampu mengangkut 1,2 juta penumpang per hari.
“Kasihan rakyat, ada 15 juta jiwa yang harus kita lindungi. Jadi tidak bisa kita tidak melindungi masyarakat. Coba kita cek data Korlantas, setiap tahun yang meninggal karena kecelakaan 10 ribu jiwa, kemudian yang disebabkan kecelakaan motor 7 ribuan. Saya pikir probabilitasnya kecil sekali kalo dibandingkan dengan angkutan lain seperti bus ataupun kereta api,” papar Anggota Dewan Fraksi Gerindra ini.
“Apakah dari 7 ribuan itu meninggal semuanya karena ojek online? Bukan, itu masyarakat yang di pedalaman yang lebih banyak. Jadi kita harapkan ojek online sebagai transportasi publik perlu dilindungi, tidak bisa 15 juta nyawa yang tiap hari ini tidak dilindungi oleh pemerintah,” tandas politisi dapil Jawa Timur I ini.
Sementara itu, Dirjen Hubungan Darat Kemenhub Dedi Setiadi mengatakan, sebelumnya pemerintah melakukan mediasi dengan aplikator dan pengemudi ojek online. Menurutnya, pengusaha transportasi daring atau aplikator menyatakan kesiapannya untuk memperbaiki pendapatan pengemudi.
“Cuman itu komponennya apa saja tidak dibuka di dalam rapat itu, karena saat itu hadir Grab dan Gojek. Nah, rumusan itu kita harapkan aplikator dapat bertemu dengan perwakilan mereka. Tetapi kalau kemarin ada aksi massa lagi, saya melihat mungkin belum ada perkembangan lagi karena mereka dalam rangka melakukan perhitungan-perhitungan,” ujar Dedi.
Sementara itu terkait regulasi, Dedi mengakui Kementerian Perhubungan tengah menyusun aturan untuk mengakomodir tuntutan pengemudi ojek online. Salah satunya mendorong perusahaan aplikator menjadi perusahaan transportasi.
“Kita sedang membuat peraturan baru yang mengatur lebih spesifik mengatur tentang taksi online, hubungan antara pihak aplikator dan pengemudi, itu nanti kita akan atur. Karena selama ini dalam PM 108, pihak aplikator tidak boleh menerima langsung pengemudi sebagai mitranya, kenyataan mereka menerima secara langsung. Artinya, aplikator juga sudah bertindak sebagai perusahaan transportasi, apalagi menentukan tarif sendiri. Tetapi memang ada kendala menyangkut faktor kepemilikan asing,” tandasnya.