Rabu, 18 April 2018 06:54 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi V DPR RI menyesalkan musibah robohnya jembatan Lamongan-Tuban, tepatnya di jalur Babat-Widang, yang menewaskan sedikitnya dua pengguna jalan.
Komisi yang membidangi infrastruktur tersebut menilai penyelenggara jalan bisa dipidana karena tidak segera memperbaiki jembatan peninggalan Belanda tersebut.
“Kami prihatin dengan musibah ini. Terlebih ada korban jiwa. Seharusnya jembatan ini sudah diperbaiki atau diganti karena tua dan sudah berulang kali rusak dan ini kali kedua ambruk. Kami menduga adanya kelalaian dan pemerintah bisa dipidana sesuai dengan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ),” kata Wakil Ketua Komisi V DPR Sigit Sosiantomo dalam keterangan pers, Rabu (18/4/2018).
Menurutnya, hal tersebut berdasarkan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan (LLAJ) pada pasal 275 ayat 3. Setiap penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki jalan rusak sehingga menimbulkan korban jiwa dapat dikenakan sanksi penjara paling lama lima tahun atau denda Rp120 juta.
Sigit meminta aparat penegak hukum untuk segera melakukan investigasi terhadap ambruknya jembatan tersebut.
“Penegak hukum harus investigasi siapa yang bersalah dan siapa yang melakukan kelalaian. Kalau tidak ada perawatan jembatan selama ini dan lalai harus segera ditindak,” katanya.
Sebelumnya, Jembatan Babat-Widang yang menghubungkan Kabupaten Lamongan dan Tuban, Jawa Timur ambruk pada Selasa (17-4) sekira pukul 10.30 WIB. Jembatan yang melintang di atas sungai Bengawan Solo Desa Ngadipuro, Widang, Tuban dan Babat, Kabupaten Lamongan ini di buat oleh Belanda untuk sarana penyeberangan.
Untuk menghindari musibah serupa, Sigit meminta Kementerian PUPR segera merehabilitasi jembatan tua yang berada dijalur Pantura. Menurut Sigit, hasil audit teknis Kementerian PUPR tahun 2012 sebanyak 158 jembatan lainnya di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) memerlukan rehabilitasi.
“Hasil audit teknis PUPR tahun 2012, sekitar 158 jembatan membutuhkan perbaikan dan 4 jembatan yang kondisinya kritis memerlukan perkuatan dan penggantian. Seharusnya hasil audit teknis ini sudah ditindaklanjuti oleh PUPR,” kata Sigit.
Dari hasil evaluasi teknis Kementerian PU, kata Sigit, kerusakan jembatan di Jalur Pantura umumnya disebabkan karena kelebihan beban aktual (overloading) yang melebihi batas ijin dalam Cummulative Equivalent Standard Axle (CESA), campuran aspal yang kurang baik pada lapis atas, dan akibat 70% kendaraan besar terkonsentrasi pada lajur cepat.
“Selain overload, kerusakan jembatan di Pantura akibat kualitas konstruksi , pemeliharaan dan factor desain. Hal ini mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan,” kata Sigit.
Untuk itu, Sigit meminta Kementerian PU untuk mengawasi secara ketat pelaksanaan pengerjaan semua proyek infrastruktur, khususnya jembatan. Selain itu, Sigit juga meminta agar mutu aspal dan campuran hotmix diperbaiki serta menggunakan umur rencana 10 tahun atau lebih dengan beban aktual.