Senin, 05 Maret 2018 12:20 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo menegaskan, rapat Paripurna hari ini tidak akan melantik pimpinan DPR dari PDIP.
Penambahan pimpinan DPR dari PDIP tersebut hasil perubahan kedua UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Hingga kini UU tersebut belum diteken Presiden Joko Widodo, yang akibatnya pelantikan pimpinan DPR dari PDIP tertunda.
"Kami masih menunggu keputusan Presiden dan sesuai dengan ketentuan, kalau dalam jangka waktu 30 hari tidak ditandatangani Presiden maka sah dengan sendirinya yaitu tanggal 15 Maret," kata Bambang di gedung DPR, Senin (5/3/2018).
Dia mengatakan, saat ini Fraksi PDIP belum mengirimkan nama calon Wakil Ketua DPR karena masih menunggu keputusan Presiden. Meski begitu, Bamsoet menilai, setelah tanggal 15 Maret maka F-PDIP bisa mengirimkan nama.
"Itu artinya calon Wakil Ketua DPR RI sudah bisa dilantik dan PDIP sudah bisa menyetorkan nama calonnya kepada pimpinanan DPR," katanya.
Politikus Golkar ini juga menghargai keputusan Presiden Jokowi soal UU MD3. Namun ia berharap pemerintah bisa sejalan dengan DPR terkait UU tersebut, lantaran hal itu dibahas bersama-sama antara DPR dan pemerintah.
Jika kemudian ada yang tidak setuju, saran dia, maka bisa mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dan saya bersyukur kepada publik yang sudah dewasa, menyampaikan uji materi ke MK. Ya tinggal menunggu saja batas waktu 30 hari maka gugatan atau uji materi itu bisa terjadi di MK," katanya.
Dia menegaskan, apapun keputusan MK, DPR akan menaatinya karena itu keputusan tertinggi sehingga tidak perlu dibesar-besarkan terkait UU MD3 karena ada mekanisme uji materi apabila masyarakat tidak setuju dengan isi dalam UU tersebut.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Presiden Joko Widodo tidak akan menandatangani pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau MD3 yang baru disetujui DPR untuk disahkan oleh Presiden.
Yasonna mengatakan langkah tidak menandatangani UU MD3 tersebut, merupakan salah satu bentuk protes eksekutif terhadap sejumlah pasal dalam UU MD3 yang menuai polemik di masyarakat.