Rabu, 21 Februari 2018 13:39 WIB

DPR Minta Jokowi Teken UU MD3

Editor : Rajaman

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan, revisi UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau MD3 harus berlaku. Setelah masuk dalam lembaran negara, maka UU ini harus ditaati oleh semua orang.

Hal itu disampaikan menjawab wartawan di gedung DPR komplek parlemen Senayan, Rabu(11/2/2018) terkait UU MD3 yang menuai protes dari masyarakat karena dianggap UU ini memasung demokrasi dan memperkuat lembaga DPR. 

UU hasil revisi ini dibahas cukup lama antara DPR dengan pemerintah dan disahkan pekab lalu. Awalnya revisi atas UU MD3 hanya untuk menambah kursi pimpinan DPR.

Menteri Hukum dan Ham Yasona Laoly setelah melaporkan soal UU MD 3 kepada Presiden Jokowi di kantor presiden kemarin menyampaikan, Presiden Jokowi cukup kaget mendengar laporannya. 

Disampaikan juga, presiden belum menandatangani dan kemungkinan tidak menandatangi UU MD3.Namun Fahri Hamzah berpendapat, tidak etis jika sampai presiden tidak menandatangani UU MD3.

"Presiden mau apa? Ini soal pikiran, jadi jangan emoaional, kita memerlukan pikiran-pikiran kenegarawanan," kata Fahri sembari menambahkan, muatan UU MD3 yang direvisi adalah buah pikiran yang benar. Sayangnya, kita belum punya pemikir ketatanegaraan, sehinggq banyak kekacauan.

Menurut Fahri, belum ditandatanganinya UU MD3 oleh Presiden Jokowi bukan mau citra-citraan. Dia bisa mengerti kalau Presiden Jokowi belum meneken UU MD3 sebagai pemberlakuan setelah disahkan DPR bersama pemerintah.

"Bisa dimengerti karena ini memang berat, tetapi harus disahkan karena pemerintah ikut membahas," kata Fahri.

Dikatakan lagi, falsafah UU MD3 memang berat, sehingga jika belum seorang negarawan maka mereka tidak akan paham isi.pasal-pasal UU MD3."Tak ada yang berani menjelaskan ke preaiden," katanya. 

Pada hal menurut dia, hak imunitas itu sudah ada dalam UUD 1945, bukan di UU MD3, sehingga hak imunitas anggota DPR sudah ada sejak dulu. Diseluruh dunia pun anggota parlemennya memiliki hak imunitas, diberi kekuatan supaya kuat mengawasi pemerintah yang kuat juga.

Fahri membantah setelah UU MD3 ini maka DPR anti kritik, DPR membungkam demokrasi dan sebagainya."Tidak ada sejarahnya DPR kita anti kritik dan membungkam.demokrasi seperti banyak disampaikan maayarakat. Kalau ada berpendapat seperti itu berarti jalan pikirannya belum nyampa sehingga tidak paham filsafatnya," kata Fahri.

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) tetap menyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menandatangani revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Kami masih menyakini Pak Jokowi akan menandatangani. Walaupun tidak, mekanismenya UU itu berlaku," kata Bambang, Rabu (21/2/2018).

Politikus Golkar ini menerangkan bahwa UU MD3 sudah dibahas sesuai mekanisme yang melibatkan Pemerintah dan DPR.

"UU itu kan dibahas dengan Pemerintah dan DPR. Saya masih berkeyakinan Jokowi akan tanda tanggan, walaupun tidak, sesuai mekanisme UU itu bulan Maret akan berlaku," katanya.

Ia juga tidak mempersoalkan langkah Menkumham Yasonna Laoly yang mengajukan Judicial Riview ke Mahkamah Konsitusi (MK). Namun, dengan adanya JR akan menjadi koreksi untuk DPR.

"Itu mekanisme yang diperbolehkan, kami persilakan, kami terbuka dan kita akan tindak lanjuti kalau ada JR," katanya.

Diketahui, Presiden Jokowi diperkirakan tidak akan menandatangani revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang telah disahkan dalam rapat Paripurna DPR, Senin (12/2/2018) lalu.

"Jadi Presiden cukup kaget juga. Makanya saya jelaskan, masih menganalisis, dari apa yang disampaikan belum menandatangani dan kemungkinan tidak akan menandatangani (UU MD3)," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Selasa (20/2/2018).

Kendati Jokowi tak menandatangani UU MD3, UU tersebut tetap sah. Mengingat adanya aturan bahwa RUU yang tak disahkan Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU disetujui, maka RUU tersebut sah menjadi UU. 


0 Komentar