Selasa, 16 Januari 2018 16:30 WIB
Jakarta, Tigapilarnews.com - Dengan Meningkatnya Penyebaran Difteri (Diphtheria), kejadian luar biasa yang terjadi di Jawa Timur dan secara sporadik di daerah lain (Pontianak dan Banjarmasin) merupakan indikator bahwa program imunisasi nasional tidak mencapai sasaran. Oleh karena itu, dalam menghadapi dan mengatasi masalah difteri, kita harus memperbaiki pelaksanaan program imunisasi secara menyeluruh. Hal tersebut penting untuk mendapat perhatian yang serius dari semua kalangan kesehatan, khususnya dokter spesialis anak.
Pemerintah pusatpun telah menyebut wabah tersebut sebagai kejadian Luar Biasa (KLB) karena menyebar di 142 kabupaten / kota di 28 Provinsi. Dalam rentang waktu dari Januari hingga Desember 2017, kasus KLB difteri di Indonesia terhitung yang terbesar di dunia.
Di Jakarta penyebaran difteri sudah sampai ke ibukota, Gubernur Anies Baswedan menilai, tidak perlu ada yang saling menyalahkan.
Menurutnya orang nomor satu di DKI ini, yang terpenting sekarang dilakukan adalah mengurangi jumlah kasus difteri agar tidak semakin meningkat.
"Tidak perlu saling menyalahkan, tantangannya Jakarta ini kota terbuka, banyak yang datang keluar-masuk, meski begitu In Shaa Alloh kita ikhtiar untuk menanggulangi penyebarannya. Terjadi peningkatan kasus difteri tahun 2017 kemarin karena itu kita melakukan langkah-langkah extraordinary dengan melakukan imunisasi di mana-mana. Data Tahun 2017 itu ada 109 kasus, tahun 2016 ada 17 kasus, tahun 2015 ada 10 kasus. Tahun 2014 ada 4 kasus. Situasi ini yang kita sebut sebagai KLB (kejadian luar biasa) karena itu harus ada langkah luar biasa, Targetkan Pemprov DKI 1,7 anak yang akan divaksin difteri." ujar Anies Baswedan.
PENDAPAT IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis akibat aktivasi eksotoksin. Pada kejadian luar biasa (KLB), selain difteri farings, tonsil, dan larings, telah pula dilaporkan terjadinya difteri hidung dan difteri kulit.
Difteri sangat menular melalui droplet dan penularan dapat terjadi tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya.
Tips :
Apa itu difteri ?
Difteri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium. Gejalanya berupa sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan. Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan sistem saraf. Beberapa pasien juga mengalami infeksi kulit. Bakteri penyebab penyakit ini menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh lain.
Seberapa umumkah difteri ?
Difteri banyak ditemui di negara-negara berkembang seperti Indonesia, di mana angka vaksinasi masih rendah. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien dengan usia berapapun. Difteri dapat ditangani dengan mengurangi faktor-faktor risiko. Diskusikan dengan dokter untuk informasi lebih lanjut.
Apa saja tanda-tanda dan gejala difteri ?
Walau bakteri difteri dapat menyerang jaringan apa saja pada tubuh, tanda-tanda yang paling menonjol adalah pada tenggorokan dan mulut. Tanda-tanda dan gejala umum dari difteri adalah:
Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda.
Kapan saya harus periksa ke dokter ?
Anda harus menghubungi dokter bila Anda atau anak Anda terkena kontak dengan seseorang yang memiliki difteri. Apabila Anda tidak tahu apakah Anda atau anak Anda telah diberi vaksin difteri atau belum, segera atur jadwal pertemuan dengan dokter.
Apa penyebab dan penularan difteri ?
Faktor pemicu, Apa saja faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena difteri ?
Ada banyak faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena difteri, yaitu:
Pengobatan :
Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. Konsultasikan pada dokter Anda.
Bagaimana dokter mendiagnosis difteri ?
Untuk mendiagnosis penyakit, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa adanya pembengkakan pada kelenjar limfa. Apabila dokter melihat lapisan abu-abu pada tenggorokan dan amandel Anda, dokter dapat menduga Anda memiliki difteri. Dokter juga dapat menanyakan sejarah medis serta gejala yang Anda alami.
Namun, metode paling aman untuk mendiagnosis difteri adalah dengan biopsi. Sampel jaringan yang terpengaruh akan diambil dan kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksa, apakah Anda memiliki bakteri difteri atau tidak.
Bagaimana cara mengobati difteri ?
Dokter akan segera menangani penyakit ini, karena difteri adalah kondisi yang sangat serius. Pertama, dokter akan memberi suntikan antitoksin, untuk melawan racun yang dihasilkan oleh bakteri. Jika alergi terhadap antitoksin, Anda perlu memberi tahu dokter agar dokter dapat menyesuaikan pengobatan.
Pada pasien dengan alergi, biasanya dokter akan memberi dosis antitoksin yang rendah dan meningkatkan kadar secara bertahap. Setelah itu, dokter akan memberikan antibiotik untuk membantu mengatasi infeksi. Setelah diberikan obat-obatan tersebut, dokter dapat merekomendasi dosis pendorong vaksin difteri setelah sehat, untuk membangun pertahanan terhadap bakteri difteri.
Normal apabila dokter meminta pasien untuk tinggal di rumah sakit untuk mengawasi reaksi terhadap pengobatan dan mencegah penyebaran penyakit. Jika Anda atau anak Anda melakukan kontak dengan seseorang dengan penyakit difteri, Anda harus segera mengunjungi dokter untuk melakukan tes dan kemungkinan perawatan.
Pengobatan darurat di rumah
Apa saja yang harus dilakukan saat terkena difteri ?
Berikut adalah yang perlu Anda lakukan saat terkena difteri :
Apa saja komplikasi yang bisa terjadi akibat difteri ?
Jika tidak diobati dengan tepat, difteri dapat mengakibatkan komplikasi yang berbahaya, dan bahkan bisa berujung dengan kematian. Beberapa komplikasi tersebut adalah :
Bagi beberapa orang, difteri bisa merenggut nyawa. Bahkan setelah diobati pun, 1 dari 10 penderita difteri biasanya meninggal dunia. Namun, jika tidak diobati, jumlah kematian bisa meningkat menjadi 1:2. Oleh karena itu, lakukan tindak pencegahan dan segera periksakan ke dokter saat gejala muncul.
Bagaimana cara mencegah difteri ?
Cara terbaik mencegah difteri adalah dengan vaksin. Di Indonesia, vaksin difteri biasanya diberikan lewat imunisasi DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis), sebanyak lima kali semenjak bayi berusia 2 bulan.
Menurut infoimunisasi, anak harus mendapat vaksinasi DTP lima kali pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4-6 tahun.
Untuk anak usia di atas 7 tahun diberikan vaksinasi Td atau Tdap. Vaksin Td/Tdap akan melindungi terhadap tetanus, difteri, dan pertusis harus diulang setiap 10 tahun sekali. Ini juga termasuk untuk orang dewasa.
Sedangkan berdasarkan Analisis Situasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Merebaknya kasus difteri menimbulkan beberapa pertanyaan bagi klinisi yang harus dikaji mengapa hal tersebut dapat terjadi.
1. Cakupan imunisasi gagal mencapai target
Apakah cakupan imunisasi DPT tidak cukup tinggi untuk mencegah penularan difteri? Data cakupan imunisasi di Indonesia sangat bervariasi bergantung dari mana dan oleh siapa survei tersebut dilakukan (78%-90%). Pencatatan yang dilaksanakan kurang akurat sehingga menghasilkan data yang kurang akurat pula. Catatan pada KMS atau Buku Catatan Kesehatan Anak tidak diisi dengan baik oleh petugas kesehatan yang melakukan imunisasi dan tidak disimpan dengan baik oleh orang tua, sehingga sulit diketahui apakah imunisasi anaknya sudah lengkap atau belum.
Adanya negative campaign sebagai gerakan anti imunisasi yang marak akhir-akhir ini telah menyebabkan banyak orang tua menolak anaknya diimunisasi. Program imunisasi sebagai program nasional seharusnya diikuti dan dilaksanakan oleh semua masyarakat. Maka kelompok anti vaksinasi perlu diatasi dengan cara pendekatan tersendiri dan terencana.
2. Imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal pada anak
Apakah imunisasi tidak lengkap? Apakah imunisasi ulangan tidak diberikan? Vaksin DPT merupakan vaksin mati sehingga untuk mempertahankan kadar antibodi menetap tinggi di atas ambang pencegahan, sangat diperlukan kelengkapan ataupun pemberian imunisasi ulangan. Imunisasi DPT lima kali harus dipatuhi sebelum anak berumur 6 tahun.
Apakah petugas kesehatan tidak memberikan imunisasi pada anak yang menderita sakit ringan sehingga mengakibatkan pemberian imunisasi tidak sesuai jadwal atau bahkan tidak diberikan? Kontra indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah menderita syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan demam tinggi atau sedang dirawat karena penyakit berat merupakan kontra indikasi sementara, sehingga anak tetap harus diimunisasi apabila telah sembuh. Jangan sampai terjadi missed opportunityuntuk memberikan imunisasi hanya karena alasan anak sering sakit.
Apakah cold chain di semua fasilitas kesehatan telah diperhatikan dengan baik? Vaksin Bio Farma yang dipergunakan untuk program imunisasi nasional telah dilengkapi dengan vaccine vial monitor (VVM) yang ditempelkan pada botol vaksin untuk monitor suhu vaksin. Petugas medis diharapkan memperhatikan VVM, tanggal kadaluwarsa dan keadaan vaksin (endapan, gumpalan) sebelum disuntikkan. Penyimpanan dan transportasi vaksin harus memperhatikan prosedur baku cold chain, karena vaksin DPT akan rusak bila membeku atau dibawah 20 C, atau terpapar suhu di atas 80 C. Hal tersebut perlu mendapat perhatian para petugas kesehatan baik di rumah sakit, rumah bersalin, ataupun klinik pribadi.
Penanggulangan dari aspek pencegahan
Upaya pencegahan harus dilakukan bersama-sama dengan tindakan deteksi dini kasus, pengobatan kasus, rujukan ke rumah sakit, mencegah penularan, dan memberantas karier. Upaya pencegahan dapat ditujukan kepada anggota IDAI dan kepada masyarakat.
Seruan dan himbauan kepada anggota IDAI
Di daerah non-KLB diperlukan kesiapsiagaan dengan memperhatikan kelengkapan status imunisasi setiap anak yang berobat. Segera lengkapi apabila status imunisasi belum lengkap (3x sebelum umur 1 tahun, 1x pada tahun kedua, 1x pada umur 5 tahun atau sebelum masuk sekolah dasar). Selain itu perlu juga dilengkapi imunisasi yang lainnya.
Seruan dan himbauan kepada anggota masyarakat
Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga kali dengan interval masing-masing 4 minggu.
Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi (lanjutkan dengan imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang),
Apabila telah lengkap imunisasi primer (< 1 tahun) perlu ditambah imunisasi DPT ulangan 1x.
Kejadian luar biasa pada difteri harus segera diatasi secara terencana, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Edukasi mengenai imunisasi harus senantiasa diberikan oleh setiap petugas kesehatan pada setiap kesempatan bertemu orang tua pasien.
Seluruh anggota IDAI diharapkan turut berpartisipasi aktif dalam memberantas difteri dan meningkatkan cakupan imunisasi DPT. (AA)
Berdasarkan salah satu sumber : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia