Selasa, 19 Desember 2017 18:36 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ketegangan di Semenanjung Korea masih terjadi. Padahal, krisis di Semenanjung Korea dalam tingkatan terjadinya perang terbuka akan merugikan perekonomian global terutama di kawasan Semenanjung Korea dan Asia Tenggara.
Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan, Laksamana Muda TNI Amarulla Octavian mengatakan, Indonesia dapat berkontribusi untuk menurunkan ketegangan di Semenanjung Korea. Caranya, dengan melakukan diplomasi preventif kontemporer.
“Ada tujuh pendekatan diplomasi yang dapat dilakukan Indonesia untuk menurunkan ketegangan di Semenanjung Korea,” kata Octavian saat menjadi pembicara dalam “Seminar Diplomasi Pertahanan Republik Indonesia Menanggapi Krisis di Semenanjung Korea” yang digelar di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (19/12/2017).
Octavian menjelaskan, diplomasi pertama adalah Indonesia mengajak negara-negara di regional Asia Tenggara untuk “menekan” Korea Utara agar kembali berdialog dalam Six-Party Talks. Indonesia dapat secara bersama dan konsisten mengimplementasikan Resolusi Dewan Keamanan PBB terkait ketegangan di Semenanjung Korea.
Diplomasi kedua, ujar Octavian, Indonesia membujuk Cina menekan Korea Utara. Cina sebagai mitra terdekat Korea Utara akan lebih efektif untuk membujuk Korea Utara.
“Diplomasi ketiga, Indonesia membujuk Jepang untuk menahan diri dengan menjauhi pernyataan untuk memiliki dan mengembangkan senjata nuklir. Karena jika Jepang mengembangkan atau memiliki senjata nuklir, Korut memiliki justifikasi meneruskan program nuklir dan rudal balistik. Korut juga akan terus menerus menguji coba rudal ke Laut Jepang,” tutur Octavian.
Diplomasi ke-4, kata Octavian, Indonesia membujuk Amerika Serikat menahan diri dan menuruti perjanjian yang dibuat bersama dengan Korea Utara. Diplomasi ini diperlukan karena Amerika dalam hal tertentu menunjukkan sikap inkonsisten terkait upaya denuklirisasi Semenanjung Korea.
Selanjutnya, diplomasi ke-5. Dalam diplomasi ini, Indonesia dapat membujuk Korea Selatan untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memicu eskalasi di Semenanjung Korea. Sebagai contoh, latihan militer skala besar dan pernyataan ingin memiliki senjata nuklir.
Diplomasi ke-6, menurut Octavian, Indonesia membujuk Rusia untuk menekan Korea Utara. Meski Rusia mengutuk program nuklir dan rudal balistik Korea Utara, hubungan Rusia-Korut tergolong baik. Sebab Rusia memiliki investasi cukup besar di Korut yaitu di bidang pengelolaan sumber daya mineral, program pembangunan infrastruktur pipa gas Hasan-Rinjin, dan pengembangan kawasan Rusia Timur Jauh-Korea Utara.
“Terakhir, Indonesia membujuk Korea Utara melunakkan sikapnya dan mendorong untuk bersedia kembali ke Six-Party Talks. Ini sangat baik jika Indonesia sebagai mediator yang netral, membujuk Korut bertemu Amerika secara bilateral. Tujuannya, agar kedua belah pihak sepakat menurunkan eskalasi ketegangan Semenanjung Korea,” tutupnya.