Kamis, 14 Desember 2017 09:46 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Asosiasi Industri Animasi dan Kreatif Indonesia (AINAKI) mengeluhkan industri perbankan dan lembaga keuangan formal lain yang lamban dalam meningkatkan kreditnya untuk industri kreatif, termasuk untuk pengukuhan karya inovasi melalui hak kekayaan intelektual (Intellectual Property/IP).
Ketua AINAKI, Ardian Elkana, dalam bincang-bincang media dengan Bank Indonesia Perwakilan DKI Jakarta di Solo, Kamis (14/12/2017), mengatakan akses pendanaan dari lembaga keuangan sangat dibutuhkan untuk investasi IP di sektor perfilman. Pasalnya, kebutuhan IP untuk perfilman bisa mencapai 3,2 juta dolar AS.
"Kalau saya ke bank, mereka lebih pilih servis (jasa) saja. Jawaban kami, kami tidak butuh pendanaan servis karena kami sudah tahu semua berapa pendanaannya. Yang kami butuhkan adalah saat kami harus berinvestasi di IP," ujar Ardian
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak kekayaan intelektual yang berupa hak cipta sebenarnya dapat dijadikan sebagai jaminan fidusia, sehingga bisa dijadikan agunan perbankan.
Sayangnya, hingga saat ini, kata Ardian, belum ada lembaga keuangan formal yang memberikan akses permodalan di IP.
"Yang ada baru investasi private equity, atau dari kocek sendiri. Tapi kalau kami harapkan IP dari lembaga formal, perbankan sorry to say masih nol," katanya.
Menurut dia, peluang investasi IP cukup besar, apalagi kalau sudah ada jaminan dari pihak mitra atau industri yang bekerja sama di luar negeri. Oleh karena itu, ke depan dia berharap industri perbankan dapat melirik peluang investasi IP di industri animasi dan kreatif.
"Kita ingin Investasi dari kredit minimal suku bunga 5-7 peesen masih masuk akal, kita masih berani. Tapi perbankan bilangnya menunggu aturan teknis dari Otoritas Jasa Keuangan dan BI supaya mereka bisa menggunakan itu untuk jaminan," katanya.(ant)