Kamis, 30 November 2017 06:41 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjadwalkan sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (30/11/2017).
Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Kepala Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan, sidang akan berlangsung di Ruang Sidang Utama PN Jakarta Selatan.
"Sidang dimulai sekitar pukul 09.00-10.00 pagi ini di ruang utama," kata Made, saat dihubungi, Kamis (29/11/2017).
Persidangan akan dijaga oleh pihak kepolisian agar berlangsung aman dan tidak akan mengganggu jalannya sidang lain.
Optimis Menang
Sementara itu dari KPK, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, KPK siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto.
Basaria optimistis KPK akan memenangi praperadilan tersebut.
"Kami tidak perlu takut hadapi praperadilan, kami hadapi saja. Kami siap 100 persen, jangan takut," ujar Basaria di Gedung KPK.
Basaria mengatakan, praperadilan adalah hak bagi para tersangka yang ingin mencari keadilan. KPK menghargai praperadilan yang diajukan Setya Novanto.
Namun, Basaria menekankan, penyidik KPK telah melengkapi seluruh barang bukti dan keterangan yang memperkuat berkas penyidikan.
KPK juga yakin penetapan Novanto sebagai tersangka telah melalui prosedur dan aturan yang benar.
"Praduga tak bersalah itu harus kita hargai, biar yang bersangkutan melakukan praperadilan. KPK juga berusaha membuktikan apa yang dilakukan," kata Basaria.
Hakim Tak Beropini
Dari senayan, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta majelis hakim agar tidak mengikuti opini publik tetapi harus profesional dalam memutus perkara.
“Janganlah kita menghukum orang yang tidak bersalah hanya karena tirani opini publik, Janganlah menghukum seseorang karena kuatnya tuntutan untuk memberantas tindak pidana korupsi, sehingga apapun yang dikatakan KPK tentang kejahatan yang dituduhkan pada dirinya kita terima sebagai kebenaran,” kata Fahri saat dihubungi, Kamis (30/11/2017).
Selain itu Fahri Hamzah juga mengatakan persidangan ini harus menjadi momentum untuk merestorasi konsepsi negara hukum Indonesia, bahwa Hukum itu sangat tergantung kepada apa yang tertulis dan apa yang menjadi undang undang yang berlaku secara formil, hukum tidak boleh dikotori oleh sensasi atau persefsi yang dibangun oleh ruang publik.
"Hukum itu harus dikembalikan kepada patsun – patsun dasarnya, dia harus jelas dan harus rijid.karena disutulah beda hukum dan jurnalisme," terang politikus PKS ini.
Jurnalisme itu melibatkan banyak persepsi, tetapi hukam tidak boleh melibatkan banyak persepsi, tapi apa yang menjadi fakta yang ada.
Lanjut Fahri Hamzah, kalau untuk kasus e-KTP itu saya hanya ingin bertanya, bagaimana cara Rp 2,3 Trilyun itu menjadi kerugian negara, bagaimana cara menghitungnya, siapa yang menghitungnya , bagaimana metode menghitungnya dan mana surat keputusan tentang perhitungan itu.
Kalau itu tidak ada maka ini semua hanyalah sensasi belaka yang tidak bertanggung jawab, dan sudah merusak dan mencemari lembaga DPR, tapi pada kenyataannya tidak ada, maka siapa yang melakukan ini harus bertanggungjawab , dan telah melakukan pembohongan publik jika tidak bisa membuktikan.” Tutupnya.
Ditempat terpisah, Pakar Hukum Tatanegara, Margarito Kamis mengatakan, dirinya yakin Hakim akan profesional dan memenangkan Gugatan Setya Novanto.
Lanjut, Margarito, penetapan tersangka terhadap Setnov tidak mengikuti prosedur dan menyalahi aturan yang ada di KPK.
Dengan melakukan penetapan tersangka yang dinilainya sembrono, Setya Novanto bisa dipastikan lolos dari penetapan tersangka yang dilakukan KPK.
“Menurut saya tidak cukup (prosedur penetapan). Karena sejauh yang saya tahu, dia (Setnov) tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka. Sementara MK (Mahkamah Konstitusi) mewajibkan dia untuk diperiksa sebagai calon tersangka (lebih dulu),” ujar Margarito.
Novanto mengajukan gugatan praperadilan pada 15 November 2017, pasca ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus e-KTP.
Praperadilan ini merupakan kali kedua untuk Novanto. Novanto pernah berhadapan dengan KPK di praperadilan sebelumnya. Pada praperadilan sebelumnya, ia memenangkan gugatan dan status tersangkanya dibatalkan.
KPK kemudian menetapkan Novanto menjadi tersangka pada kasus yang sama.
Dalam kasus e-KTP, KPK menduga Novanto bersama sejumlah pihak menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Bersama sejumlah pihak tersebut, Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun, dari nilai paket Rp 5,9 triliun.
Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.