Selasa, 28 November 2017 06:37 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan pembentukan holding (perusahaan induk) BUMN seyogyanya dilakukan melalui kajian mendalam, transparan dan tidak terburu-buru sehingga pada kemudian hari tidak justru berdampak negatif terhadap masyarakat.
"Holding BUMN harus beranggotakan perusahaan yang sehat. Sehingga memberikan nilai tambah bukan menciptakan mudarat," kata Faisal saat berbicara pada diskusi "Menakar Untung Rugi Holding BUMN", di Jakarta, Senin (27/11/2017).
Menurut Faisal, pelajaran dalam pembentukan holding yang sudah terealisasi pada industri semen, perkebunan dan pupuk dapat dijadikan sebagai instrospeksi bagi pemerintah jika ingin melanjutkan pembentukan holding.
Pada holding BUMN Semen terbukti kinerja keuangan perusahaan malah lebih buruk dibanding sebelumnya. Ada ekspansi usaha ke luar negeri namun di dalam negeri tidak begitu terjamin.
Demikian juga dengan holding BUMN Perkebunan, belum ada tanda-tanda perbaikan usaha malah semakin kalah bersaing dengan perusahaan perkebunan swasta.
Untuk itu tambahnya, dalam pembentukan holding BUMN harus dilihat jenis usahanya jika perusahaan yang merugi atau tidak efisien seharusnya terlebih dahulu disehatkan melalui rekstrurisasi. Sebaliknya, BUMN yang sudah efisien harus terus dikembangkan bukan diganggu dengna menggabungkanya dengan BUMN yang sakit.
"Tidak semua hilirisasi yang ditargetkan dalam Holding BUMN menguntungkan, sehingga harus dikaji lebih mendalam," tegasnya.
Sementara itu, Erry Riyana Hardja Pamekas mantan Dirut PT Timah Tbk (Persero) mengatakan dalam pembentukan Holding BUMN sebaiknya di-review sungguh-sungguh dan disesuaikan dengan sejarah BUMN itu sendiri.
"Awalnya BUMN adalah hasil nasionalisasi perusahaan Belanda. Sejumlah perusahaan masuk menjadi pengawasan pemerintah karena tidak mampu ditangani swasta karena ketinggalan teknologi dan modal," ujarnya.
Mantan Wakil Ketua KPK ini juga menyebutkan dalam proses pembentukan Holding BUMN harus dilakukan transparan dna melalui kajian-kajian yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Perusahaan apa saja yang terlibat, bagaimana dengan pembiayaanya, dan termasuk apa target dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang," tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR-RI Bambang Haryo mengatakan, dalam pembentukan Holding BUMN yang akan dilakukan Pemerintah belum dilakukan transparan.
"Sejauh ini belum ada penjelasan kepada DPR. Karena ini BUMN milik rakyat, dan kami juga wakil rakyat maka kami harus diberitahu dan dilibatkan di dalamnya," ujar Bambang.
Salam situasi seperti saat ini dimana banyak BUMN yang masih memiliki kinerja keuangan yang rendah maka sebaiknya pemerintah lebih memilih retrukturisasi ketimbang holding.
"Restrukturisasi jauh lebih baik. Karena aset lama masih kecil, sehingga jika direstrukturisasi asetnya bisa naik hingga ratusan kali lipat," ujarnya.
Ia menambahkan, restrukturisasi BUMN sudah sesuai arahan Presiden Jokow Widodo dalam Kebijakan Ekonomi ke-10 bahwa semua perusahaan milik negara yang berkinerja rendah diarahkan untuk restrukturisasi.
"Ini yang belum dilakukan BUMN. Bahwa masing-masing BUMN mempunyai tugas melalui produksinya apakah sudah sesuai dengan spesialisasinya atau tidak," ujar Bambang.
Untuk itu, katanya, DPR menilai bahwa dalam pembentukan holding BUMN masih ada yang kurang transparan.(ant)