Minggu, 19 November 2017 09:09 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, konsumsi listrik Indonesia masih rendah sehingga penghapusan tarif listrik kelas daya terendah tidak tepat diberlakukan.
"Rata-rata konsumsi energi listrik di Indonesia hanya 630 kilowatt per jam per tahun per kapita. Karena itu, wajar wacana penyederhanaan sistem tarif listrik minimal 5.500 volt ampere membuat masyarakat kebingungan," kata Tulus dihubungi, Sabtu (18/11/2017).
Bila tujuan penyederhanaan tarif listrik itu untuk meningkatkan penjualan listrik kepada masyarakat, Tulus menilai hal itu tidak akan tercapai karena daya beli konsumen di Indonesia juga masih lemah.
Terkait wacana penyederhaan tarif listrik, Tulus menduga hal itu disebabkan kelebihan pasokan energi listrik karena pemerintah sedang banyak membangun pembangkit listrik.
”Pemerintah getol membangun pembangkit listrik 35.000 megawatt sehingga PT Perusahaan Listrik Negara mengalami kelebihan pasokan energi listrik," tuturnya.
Apalagi, Tulus menduga PT PLN terjerat pembelian listrik dari produsen listrik swasta. Beban kelebihan pasokan dan kontrak pembelian listrik swasta itu kemudian dialihkan ke masyarakat sebagai konsumen listrik.
Menurut Tulus, penyederhanaan tarif listrik justru akan membebani masyarakat dengan berbagai biaya untuk mengganti instalasi listrik di rumahnya dan sertifikat laik operasi yang lebih mahal.
"Daripada menyederhanakan tarif listrik, sebaiknya pemerintah mempercepat rasio elektrifikasi ke seluruh pelosok daerah, terutama bagian Indonesia timur yang, saat ini masih rendah dan memperbaiki keandalan listrik di daerah yang masih sering padam," katanya.