Minggu, 24 September 2017 10:58 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, langkah KPK melelang mobil sitaan menjadi pembenaran fungsi dan arah kerja Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR untuk masalah KPK. Terlebih, Pansus Hak Angket DPR menemukan dan mengungkap kesemrawutan tata kelola barang sitaan oleh KPK.
Kini, sebagian dari barang sitaan itu sudah diselesaikan melalui mekanisme lelang setelah Pansus Hak Angket mempermasalahkannya.
"Kalau saja barang sitaan tersebut dilelang usai keputusan inkrah pengadilan empat tahun lalu, pasti penerimaan negara lebih tinggi dari sekitar Rp. 3 miliaran yang diterima saat ini, karena kondisi barang sitaan tersebut relatif lebih baik.
Itu baru menyangkut barang sitaan berupa mobil," kata Bamsoet sapaan akrab Bambang Soesatyo dalam keterangan pers, Minggu (24/9/2017).
Politikus Golkar ini pun mempertanyakan, bagaimana dengan pengelolaan barang sitaan berupa uang, bangunan dan barang tak bergerak lainnya.
"Agar KPK tidak dipermalukan di kemudian hari, nilai dari semua barang sitaan itu sebaiknya diumumkan kepada publik. Berapa total uang sitaan? Dimana uang sitaan itu disimpan? Apakah uang sitaan itu juga dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan)?
Ada kesan bahwa KPK tidak peduli dengan peran dan fungsi Rupbasan. Namun, akibatnya fatal," tegas Bamsoet yang juga Anggota Pansus Angket KPK ini.
Pencatatan dan pengelolaan barang sitaan KPK terkesan semrawut. Dari kesemrawutan itu, muncul kecurigaan yang berpotensi merusak citra KPK.
Misalnya tentang rumah sitaan milik seorang terpidana kasus korupsi. Rumah itu masih berstatus sita. Tetapi Pansus Hak Angket menerima laporan bahwa rumah dimaksud sudah beralih pemilikan. Cepat atau lambat, cerita seperti ini akan merusak citra KPK.
Karena itu, lanjut Bamsoet, KPK harus bersungguh-sungguh dalam mengelola barang sitaan, termasuk uang sitaan. KPK harus transparan. Biarkan pengelolaan barang-barang sitaan itu diketahui publik. Dan, jangan anggap remeh peran dan fungsi Rupbasan. Terutama karena KPK harus menyita ragam barang bukti untuk menjadi alat bukti. Kecerobohan mengelola barang bukti akan menghancurkan kredibilitas KPK.
Apalagi, sudah banyak cerita miring tentang perilaku negatif oknum penegak hukum dalam memperlakukan barang sitaan atau barang bukti. Contohnya, Kejaksaan Agung pernah mempersoalkan perilaku mantan Ketua Satuan Tugas Khusus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi. Yang bersangkutan diduga melanggar prosedur lelang aset.
Ada juga kasus jaksa senior di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang harus menjalani proses hukum karena menjual barang sitaan. Pimpinan Polri pun menindak seorang perwira pertama di jajaran Polres Pasuruan Kota, Jawa Timur, karena yang bersangkutan menjual belasan unit sepeda motor yang berstatus barang bukti.
"KPK hendaknya belajar dari beberapa contoh kasus penyalahgunaan wewenang dalam pencatatan dan pengelolaan barang sitaan atau barang bukti. Penyalahgunaan wewenang seperti itu hendaknya tidak terjadi di KPK. Maka, temuan Pansus Hak Angket tentang kecerobohan pencatatan barang sitaan itu hendaknya disikapi dengan sangat serius. Temuan itu hendaknya diterima sebagai masukan untuk perbaikan internal," tandas Bamsoet.