Senin, 24 Juli 2017 16:03 WIB

Kuasa Hukum UTA 45 Keberatan Atas Putusan PTUN Jakarta

Editor : Hendrik Simorangkir
Tim Kuasa Hukum UTA 1945 Jakarta, Gelora Tarigan. (Foto: dok/Tigapilarnews.com)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Tim Kuasa Hukum Universitas Tujuhbelas Agustus (UTA) 1945, selaku penggugat menuding panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, telah melakukan rekayasa surat panggilan sidang dalam perkara dugaan penggelapan aset yang diduga dilakukan tergugat Tedja Widjaja beserta Linduwati Lesmana dan kawan-kawan.

Selain menuding adanya rekayasa panggilan yang dilakukan panitera sidang, Tim Kuasa Hukum UTA 1945 Jakarta juga mendesak Ketua PTUN Jakarta untuk mengganti Majelis Hakim yang mengadili perkara dengan Nomor 68/G/2017/PTUN.JKT ini. 

Pasalnya, Majelis Hakim yang terdiri dari Ketua Majelis Baiq Yuliani SH, anggota Edi Septa Surhaza SH MH dan Susilowati Siahaan SH MH dinilai tidak jujur, adil dan obyektif.

"Kedatangan kita PTUN hari ini dalam rangka menindaklanjut laporan yang kami sampaikan kepada Ketua PTUN untuk mengganti Majelis Hakim karena tidak jujur, adil dan obyektif," ujar salah satu Tim Kuasa Hukum UTA 1945 Jakarta, Gelora Tarigan kepada wartawan di Gedung PTUN Jakarta. Gelora datang bersama puluhan mahasiswa UTA 1945 Jakarta, Senin (24/7/2017).

Ia mengungkapkan, permohonan permintaan penggantian Majelis Hakim disampaikan pada 7 Juli lalu. Namun sampai hari ini, belum ada jawaban dari Ketua PTUN. 

Gelora menegaskan jika PTUN tidak mengabulkan permintaan mereka untuk mengganti Majelis Hakim, pihaknya tidak akan bersedia hadir dalam persidangan. Terkait hal ini, pihaknya juga sudah melaporkan ke Komisi Yudisial, Ombudsman dan Mahkamah Agung.

"Selain itu kami juga mau melaporkan adanya rekayasa panggilan sidang oleh panitera," katanya.

Gelora Tarigan membeberkan surat panggilan sidang dengan Nomor W2.TUN-12160/HK.06/VI 2017 yang sampai kepada pihaknya tidak sama dengan yang di arsip panitera.

"Tanggal terbitnya surat sama, yaitu tanggal 20 Juni 2017 tetapi terdapat perbedaan pada isi materi substansi surat," bebernya.

"Pihak penggugat menerima surat panggilan sidang untuk agenda sidang 20 Juni 2017. Sedangkan arsip yang dimiliki oleh panitera pengadilan perkara a quo untuk agenda sidang tanggal 4 Juli 2017. Dengan acara yang juga berbeda," tambahnya.

Pada surat panggilan tertanggal 20 Juni 2017 acaranya diperlukan tambahan bukti tegugat dan sikap Majelis Hakim terhadap permohonan tersebut. Sedangkan yang 4 Juli 2017 acaranya adalah primer bukti surat para pihak.

"Ini adalah bukti rekayasa surat suatu proses pemanggilan sidang. Hal ini dipertanyakan oleh mahasiswa kepada kita
Sebagai dosen sekaligus LKBH yang menangani perkara ini," tuturnya.

"Maka jelas ada ketidakadilan di sini. Ada rekayasa. Ini bisa jadi bibit munculnya sakit hati, ketidakadilan dan radikalisme. Peradilan seperti ini adalah peradilan yang tidak fair, tidak obyektif dan penuh dengan ketidakadilan. Dan ini tentunya tidak sesuai dengan moral Pancasila ," imbuhnya.

Gelora menegaskan pihaknya bertekad untuk memperjuangkan gugatan yang dilayangkan Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta kepada tergugat Tedja Widjaja beserta Linduwati Lesmana dan kawan-kawan atas dugaan penggelapan aset UTA 1945 Jakarta.

"Ini tetap akan kita perjuangkan sampai akhir," tandasnya.


0 Komentar