Kamis, 20 Juli 2017 09:31 WIB
JEMBER, Tigapilarnews.com - Pengamat hukum dari Universitas Jember, Nurul Ghufron menyarankan Setya Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR karena sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik.
"Jika Setya Novanto tidak mundur dari jabatannya, maka akan sangat mempengaruhi kinerja DPR sebagai pemegang wewenang kontrol dalam bidang legislasi dan anggaran," kata Nurul, Kamis (20/7/2017).
Menurutnya seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka yang bersangkutan dapat ditahan atau dicekal sewaktu-waktu oleh penyidik, sehingga hal tersebut sangat mengganggu bagi seorang ketua lembaga negara.
"Untuk itu sebaiknya Setya Novanto mundur sebagai Ketua DPR untuk menjaga marwah legislatif dan lembaga kenegaraan di Indonesia," ucap Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Secara hukum, lanjut dia, tidak ada kewajiban untuk mundur, namun etika bernegara sebaiknya mundur demi menjaga marwah bangsa dan hal tersebut merupakan kasus pada saat Setya Novanto dengan anggota DPR lainnya.
"Saya berharap penetapan tersangka Setya Novanto bukan titik klimaks, namun sebuah proses hukum untuk mengungkap semua kasus dugaan korupsi KTP elektronik," ucap akademikus yang biasa dipanggil Ghufron itu.
Dosen Fakultas Hukum itu juga menyayangkan pernyataan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Sufmi Dasco Ahmad yang menyatakan bahwa Setya Novanto tidak bisa diproses secara etik karena yang dituduhkan tidak dilakukan pada periode DPR saat ini.
"Ketua MKD tidak memahami tujuan dan objek perkara yang menjadi wewenang MKD yakni menegakkan etika untuk menjaga harkat dan martabat keluhuran DPR secara kelembagaan karena dugaan tindak pidana seharusnya sudah dianggap melanggar etika," katanya.
Ia menilai pernyataan Ketua MKD itu menunjukkan sikap yang sensitif akan menurunkan martabat DPR, bahkan cenderung mengelak untuk menangani dan terlihat sangat politis.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011-2012 pada Kemendagri.