Senin, 12 Juni 2017 17:31 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pemerhati anak Susianah Affandy menilai penerapan sekolah sehari penuh atau program penerapan karakter (PPK) yang mulai diterapkan secara bertahap pada tahun ajaran baru itu, tidak manusiawi.
"Belajar di kelas 8 jam lamanya itu artinya, masuk jam 07.00 WIB dan pulang jam 15.00 WIB. Panjangnya waktu tersebut tidak manusiawi bagi tumbuh kembang anak," ujar Susianah dalam keterangan pers, Senin (12/6/2017).
Dia menjelaskan pendidikan dasar dan menengah bagi anak seharusnya dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Anak butuh bermain dan permainan adalah medium belajar anak.
Selain itu, anak butuh istirahat serta berinteraksi dengan keluarga dan lingkungannya. Pemberlakukan PPK itu seperti membayangkan seakan-akan Indonesia adalah DKI Jakarta yang mana alasan karena orang tua sibuk bekerja maka anak dititipkan di sekolah agar aman.
"Ini perlu kajian mendalam, apakah benar PPK solusinya.
Kita lihat di daerah-daerah pelosok di Tanah Air ini. Anak-anak kita menempuh perjalanan sampai 2 jam lamanya. Kalau pulang pukul 15.00 WIB lalu sampai rumah jam berapa? Belum lagi rute perjalanan apakah aman bagi anak yang harus pulang petang itu," jelas Susianah yang juga Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Susianah yang juga anggota terpilih Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkhwatirkan jika PPK diberlakukan secara keseluruhan, maka akan menyebabkan masalah baru seperti penyediaan makanan untuk anak, guru yang ramah anak, serta sarana dan prasarana yang juga ramah anak.
"Jika soal tersebut tidak bisa dijawab maka FDS akan membosankan bagi anak." Masalah itu, belum menjawab pertanyaan bagaimana dengan hak anak dalam memperoleh pendidikan diniyah, madrasah sore dan pesantren. PPK akan menggeser hak-hak anak tersebut karena pulang ke rumah anak kelelahan sehingga tidak kondusif untuk mengenyam pendidikan diniyah sore hari.