Sabtu, 06 Mei 2017 13:31 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - PP Fatayat NU menolak keras praktik perkawinan anak yang masih marak terjadi di penjuru Indonesia.
Hal ini dikatakan Ketua Umum Fatayat NU, Anggia Ermarini terkait tingginya angka perkawinan anak di Indonesia.
“PP Fatayat NU saat itu ikut hadir di Mahkamah Konstitusi dalam rangka pengajuan pendewasaan usia perkawinan”, ungkap Anggia, Sabtu (6/5/2017).
Menurut UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2012 menyebutkan mereka yang belum berusia delapan belas tahun adalah masuk kategori anak/remaja. Dan data Riset Kesehatan Dasar 2015 menunjukan, angka pernikahan usia dibawah 19 tahun sebesar 46,7 persen, dan pernikahan di kelompok usia 10 – 14 tahun sejumlah hampir 5 persen.
Angka ini menunjukan kewajaran jika Indonesia masuk kategori Negara tertinggi di dunia yang memiliki jumlah pernikahan anak terbanyak.
“Dampak perkawinan anak tidak hanya secara biologis pada kesehatan reproduksi perempuan tetapi juga dampak psikis yang juga berakibat pada permasalahan-permasalahan sosial lainnya, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, kemiskinan, sampai pada kasus trafficking”, lanjut Anggi.
Angka Kematian Ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 305 untuk 100 ribu kelahiran. Dan Perkumpulan keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan bahwa salah satu faktor pendorong tertinggi dari AKI yaitu 48 persen adalah menikah muda dan hamil pada usia di bawah 20 tahun.
“Kita harus gerakan seluruh kader Fatayat NU yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mengkampanyekan secara aktif dan masif STOP pernikahan anak’, seruan Angg.
“Negara juga harus bertindak tegas, segera atur usia pendewasaan perawinan ke dalam Undang-Undang, beri sangsi kepada aparat negara yang ikut membantu pelaksanaan proses perkawinan anak”, tutup Anggia.