Senin, 20 Maret 2017 23:08 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, mengaku uang suap sebesar Rp2 miliar (148.500 dolar AS) akan digunakan untuk menyelesaikan gugatan uji materi UU No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
"Dalam BAP no 119 saudara menyebutkan Sisa dana rencananya jika sudah lengkap akan menyeselaikan gugatan uji materi UU Pengampunan Pajak di MK, apakah itu benar?" tanya Jaksa Penuntut Umum KPK Ali Fikri dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/03/2017).
"Itu maksud rencana pribadi saya," jawab Handang.
Handang menjadi saksi untuk terdakwa "Country Director" PT EK Prima Ekspor (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair yang memberikan suap sebesar 148.500 dolar AS (Rp1,98 miliar) dari komitmen Rp6 miliar untuk Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kakanwil DJP) Jakarta Khusus Muhammad Haniv dan Handang Soekarno.
"Ini kan gugatan uji materi UU pengampunan pajak di MK terkait institusi, tentu bukan kepentingan pribadi!" ungkap jaksa Ali.
"Rencana itu dari diri saya sendiri, tidak saya sampaikan ke yang lain," jawab Handang.
"Tapi kepentingan apa?" tanya jaksa Ali.
"Tidak sebagai apa-apa, jadi saya setelah mendapat uang dari Mohan, saya mau melakukukan kajian-kajian hukum berkaitan dengan amnesti pajak. Saya juga akan melakukan seminar-seminar dan diskusi. Apabila itu sudah dilakukan, saya juga akan melakukan semacam pertunjukkan budaya dan hasil itu semuanya akan saya sampaikan di sidang tax amnesty jadi bukan berarti saya menyerahkan uang ke MK," ungkap Handang.
"Tapi dalam BAP disebutkan juga kasus ini jadi perhatian institusi Ditjen Pajak,?" tanya Jaksa Ali.
"Sidang memang berjalan tapi saya tidak terlalu mengikutinya, tidak ada perintah dari institusi tapi kepentingannya terkait rencana pribadi saya yang punya ide seperti itu," jawab Handang.
Selain untuk mengurus uji materi di MK, Handang rencananya juga akan memberikan Rp50 juta uang itu kepada ajudan Dirjen Pajak bernama Andreas Setiawan alias Bondres.
"Saya ada keperluan mau pinjam uang ke Pak Handang, dia janjikan nanti kalau sudah ada uang," kata Andreas yang juga dihadirkan sebagai saksi di sidang.
"Dalam BAP saudara mengatakan butuh uang operasional betul?" tanya jaksa.
"Tidak, saya tidak pernah menyampaikan uang operasional," jawab Andreas.
Tapi dalam percakapan pada 16 November 2016 dan 18 November 2016 saudara dan Handang bercakap-cakap dengan menggunakan istilah paketan sebagai uang untuk Handang dan undangan untuk Andreas?" tanya jaksa Ali.
"Saya tidak tahu maksud paketan dan undangan," jawab Andreas.
Jaksa pun menunjukkan pembicaraan Andreas dan Handang via "whatsapp" pada 21 November 2016 atau pada hari pengambilan uang Rajamohanan oleh Handang di kediaman Rajamohanan di Springhill, Kemayoran.
Andreas: pagi mas
Handang: siap mas..dawuh mas? Saya otw dinas ke kanwil Banten mas
Andreas: siap..monggo dilajut mas. Perihal "paketan" saking surabaya pripun mas? Kalo perlu ditaruh rekening saya ada mas
Handang: siap mas sore ini sdh siap. Nanti di ktr saya tanyakan mas. Sy msh di kanwil banten mas
Andreas: siap
"Jadi apakah ini untuk uang operasional dirjen?" tanya jaksa.
"Kurang tahu," jawab Andreas.
Tujuan pemberian suap itu adalah untuk melancarkan terkait pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) periode Januari 2012-Desember 2014 dengan jumlah Rp3,53 miliar, Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN), Penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty), Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) pada KPP PMA Enam Kalibata dan Kantor Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus.(exe/ist)