Rabu, 08 Maret 2017 12:06 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Adanya pembangunan di kawasan tempat wisata Kota Tua, Jakarta, membuat para Pedagang Kaki lima (PKL) resmi di kawasan Kota Tua terkatung-katung. Selain harus kehilangan sejumlah pelanggan karena lokasi berjualan tidak strategis, kini mereka pun harus di usir.
Kondisi ini membuat nasib PKL semakin terkatung-katung. Mereka dipaksa membaur dengan PKL liar, menjadikan ancaman bagi mereka untuk berdagang.
"Tanpa SK (surat keputusan) kami di paksa keluar, belum ada jaminan dari pihak Dinas UMKM terhadap kami," kata seorang PKL Kota Tua, Budi (40) di lokasi Jalan Cengkeh, Pinangsia, Jakarta Barat, Selasa (7/3/2017).
Padahal sebelumnya, lanjut Budi, PKL di Jalan Cengkeh dijanjikan untuk dilakukan pembinaan. Mereka nantinya akan ditempatkan dengan kondisi sangat layak, seperti pusat PKL di Singapura. Tempat itupun nantinya akan diisi pergelaran seni demi menarik minat pengunjung.
Pantauan dilokasi, saat ini pembangan di kawasan Kota Tua sedang dilakukan, beberapa seng yang melingkar pun terlihat di kawasan itu. Kondisi itu membuat beberapa pedagang mulai terusir. Hanya saja untuk pemindahan itu dilakukan tanpa melakukan koordinasi sebelumnya. "Tiba tiba saja mereka pasang seng kemudian memindahkan kami," ucapnya.
Menyikapi pembangunan sentra PKL di kawasan Jalan Cengkeh dan diusirnya pedagang, tak lepas dari pihak kontraktor yang lamban dalam pembangunan.
Padahal, dalam janji awal pembangunan, rencana pentaaan PKL dikawasan itu dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama membangun kawasan parkir, lalu tahap kedua di sisi selatan dekat Jalan Cengkeh, dan tahap ketiga di sisi dalam.
Saat pembangunan tahap kedua dan ketiga inilah, pembangunan membuat sejumlah PKL bergeser. Pergeseran ini dilakukan agar para pedagang tetap berjualan meskipun ada pembangunan.
Namun karena terkendala waktu. Pembangunan dilakukan sekaligus, PKL di usir tanpa di tempatkan lokasinya. "Yah kecewa, kami tidak jelas ditempatkan dimana, padahal kami kan pedagang binaan," kata seorang pedagang lainnya, Hatta (69).
Hatta menambahkan, langkah kontraktor semacam ini hanya menjadikan dirinya seperti PKL liar. Para pedagang dipaksa membaur dengan alasan pembangunan. "Kontraktor payah, tak bertanggung jawab," tandasnya.
Sekedar informasi, saat ini dari 382 pedagang yang terdata di jalan Cengkeh, hanya 272 yang menempati lapak. Sisanya mereka dibiarkan terkatung-katung setelah ditolak keberadaanya oleh Dinas UMKM.