Rabu, 15 Februari 2017 17:42 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Seorang warga Kelapa Gading menulis status di akun media sosialnya yang mengaku dilarang mencoblos di TPS di tempat tinggalnya.
Pria dengan akun bernama Assaf Imanuel ini tidak boleh mencoblos karena KTP yang dimilikinya masih KTP model lama yang di-laminating dan audah terekam secara elektronik.
Dia juga mengaku namanya sudah masuk ke dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan memegang Formulir C-6.
"Ini banyak kami di TPS 47 Klp. Gading Jakarta Utara TIDAK BOLEH NYOBLOS. Karena KTP laminatingan dianggap bukan E-KTP, sekalipun data kami sudah terekam secara elektronik, terpampang di daftar, dan semua memegang FORMULIR C6. ANEH!! Metoda kecurangan apapula ini??!!!," tulis Assaf Imanuel di dinding akun Facebook, Rabu (15/2/2017).
Terkait hal tersebut, Ketua RW 12 Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Sudirman mengatakan memang sempat terjadi peristiwa tersebut.
Sudirman mengatakan peristiwa itu terjadi ketika adanya kunjungan dari pejabat-pejabat tingkat Pemprov DKI Jakarta meninjau TPS deret di wilayahnya.
"Betul dia warga saya. Tapi kejadiannya, selesai setelah saya datang. Karena saya tahu dia warga sini. Saya minta dia untuk tidak buat ribut. Padahal di sini sedang ada Ketua KPU, Ketua Bawaslu, Walikota Jakut, Aspem Pemprov. Tapi dia pengen cari sensasi," kata Sudirman ketika ditemui di Jalan Kelapa Lilin Timur No. 1-A, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (15/2/2017).
Sudirman memberikan arahan kepada petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) untuk meredam gejolak yang timbul. Karena memang di wilayah tersebut ada juga masyarakat yang tinggal dengan cara mengontrak, tapi alamat di KTP-nya belum tercatat sebagai warga RW 12 Pegangsaan Dua.
Peristiwa yang dialami oleh Affat pun selesai setelah Sudirman mempersilakan mencoblos. Namun, hal itu dapat dilakukan setelah lewat dari pukul 12.00 WIB.
"Solusinya, dia bisa mencoblos di atas jam 12.00 WIB. Setelah warga yang ada dalam DPT di sini selesai," ucap Sudirman.
Sudirman juga menceritakan, sempat juga ada warga yang bermasalah ketika mau mencoblos. Namun, hal itu selesai ketika Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno menunjukkan bahwa warga tersebut tidak masuk ke dalam DPT.
Meski demikian, dengan syarat KTP dan kartu keluarga, maka warga tersebut diperbolehkan mencoblos surat suara.
"Tadi kebetulan lagi antre. Terus ada yang dicek NIK warga. Dia bilang tahun lalu masuk DPT. Tapi tahun ini tidak ada. Lalu dicek, memang tidak ada di DPT. Lalu ada Pak RT, Pak RW ditanyakan memang warga sini. Lalu diperbolehkan," ujar Sudirman.
"Di depan mata saya Pak Sumarno ada kasus ibu itu. Tapi beres. Di DPT padahal tidak ada namanya. Dia cuma menunjukkan KTP dan KK. Lalu bisa memilih," imbuh Sudirman.