JAKARTA, Tigapilarnews.com - Praktisi Teknologi Informasi (IT), Ichwan Syachu mengatakan, langkah pemerintahan saat ini untuk mengontrol sosial media (sosmed) adalah langkah untuk membungkam suara rakyat dan dianggap sebagai langkah otoriter dari penguasa yang membatasi demokrasi dimana rakyat sesuai jaminan konstitusi bebas bersuara.“Berbagai langkah dilakukan oleh pemerintahan saat ini untuk membungkam suara rakyat. Setelah partai politik dikuasai, lembaga DPR dikuasai dan media main stream dikuasai, kini sosial media pun ingin dikuasai. Ini adalah bentuk pembungkaman yang melanggar konstitusi dimana rakyat bebas bersuara termasuk bersuara melalui sosial media,” ujar Ichwan saat dihubungi, Jumat (23/12/2016).Menurutnya, ada ketidakadilan dilakukan oleh pemerintah terutama aparat keamanan terhadap pengguna sosmed. Dia pun mencontohkan ketidakadilan itu seperti upaya untuk membungkam pengguna sosial media yang dianggap tidak pro pada pemerintah. Sementara semua pihak yang pro pemerintah meski juga menghina dan maupun melakukan fitnah tidak pernah ditindak.“Ada ketidakadilan penguasa terhadap pengguna sosial media. Yang ditangkap itu hanya mereka-mereka yang kritis atau kerap bersuara keras pada pemerintah. Tuduhan pun macam-macam mulai pencemaran nama baik, penghinaan pada presiden yang entah darimana sumbernya dianggap sebagai simbol negara. Sementara pihak-pihak yang dianggap pro pemerintah tidak perah diapa-apakan,” ujarnya.Dia pun mencontohkan betapa banyak pengguna sosmed memfitnah aksi demo bela Islam maupun memfitnah para ulama, habib dan ustadz dengan berbagai cara.”Lihat saja ada gak yang ditangkap orang yang menghina ulama seperti Habib Rizieq dan lain-lainnya. Ada gak yang ditangkap yang menyebarkan berita fitnah tentang para ulama? Tidak ada,” jelasnya.Saat ini diakuinya ada perang diantara para pendukung, namun menurutnya hal itu dilakukan oleh kedua belah pihak.“Memang banyak buzzer dan akun bayaran yang bermain, tapi kan tidak semuanya.Saat ini saya lihat justru masyarakat umum yang jadi aktif menggunakan sosial media menyuarakan apa yang mereka anggap benar,”imbuhnya.Oleh karena itu dia pun menyarankan kalau memang mau menghentikan ekses negatif dari sosial media, maka seharusnya pemerintah bisa berlaku fair dengan menutup penggunaan sosial media secara total di Indonesia.”Kalau mau mengontrol sosial media, tutup sekalian saja sosial medianya.Siapapun tidak boleh menggunakan.Kalau yang ditindak Cuma yang dianggap anti pemerintah saja yah tidak adil.Memangnya kebenaran Cuma milik pihak yang pro pemerintah?,” cetusnya.Ichwan pun mengingatkan Jokowi sendiri juga menggunakan sosial media untuk menuliskan apapun yang ingin diketahui publik.“Sekarang kan tinggal Jokowi bisa meyakinkan masyarakat dengan penggunaan sosial media. Kalau tidak dipercaya, maka munculkan kepercayaan rakyat lagi pada dirinya. Jangan membungkam orang yang kritis,” imbuhnya.Jokowi menurutnya sejak berangkat dari Walikota sampai Presiden diuntungkan dengan keberadaan sosmed. Jangan karena cyber army yang pro Jokowi saat ini kewalahan terhadap cyber army yang anti Jokowi, kemudian sweeping di sosial media dilakukan.Jokowi menurutnya juga pernah diuntungkan dengan berita-berita dilebih-lebihkan di sosmed terhadap dirinya.”Jokowi mulai dari mau jadi gubernur dan presiden saya lihat justru pihak yang paling diuntungkan dengan keberadaan sosial media. Tanpa sosial media tidak mungkin Jokowi menang.Tanpa media sosial tidak mungkin Jokowi bisa begitu populernya.Segala hal tentang Jokowi dipopulerkan selain melalui media yah lewat media sosial.Kenapa ketika dipopulerkan oleh sosmed dia tidak protes?,” kata Ichwan menambahkan.Menurut Ichwan, sampai kapanpun membungkam suara rakyat tidak akan berhasil. Menurutnya Pemerintah lebih baik fokus untuk menjalankan tugasnya karena dukungan dan kekuatan politik Jokowi saat ini sudah sangat kuat sehingga pemerintah ini tinggal bekerja saja dengan baik, tanpa ada yang bisa mengganggu secara politis.“Dukungan sosial media akan dia dapatkan kalau Jokowi bisa merealisasikan janji-janjinya dan suara kritis lambat laut akan tergerus.Tapi Jokowi juga jangan lupa kalau sudah dengan kekuatan politik yang sangat kuat masih tidak juga bisa bekerja baik, maka suara rakyat,suara sosial media akan lebih keras dan itu tidak bisa dibendungnya,” paparnya.Jokowi menurutnya bisa saja menguasa parpol atau DPR, tapi menguasai rakyat jelasnya hanya bisa dilakukan dengan kinerja dan tidak bisa rakyat bisa ditindas atau disamakan dengan parpol. Sosmed tegasnya adalah saluran aspirasi rakyat setelah tidak bisa berharap pada Parpol dan Parlemen.Kalau ini dibendung maka nantinya rakyat justru akan mudah terpancing untuk turun ke jalan.“Boleh saja Jokowi menguasai segalanya mulai dari parpol, lembaga negara, lsm dan lainnya.Tapi yang namanya suara rakyat itu murni dan tidak akan bisa dibungkam.Rakyat akan menemukan corong lainnya untuk bersuara jika sosial media pun dikuasai karena suara rakyat adalah suara tuhan. Para pejuang kemerdekaan tanpa sosial media kan juga bisa berjuang toh,” tegasnya.Terakhir dia pun mengingatkan Jokowi, sebagai pemimpin seharusnya mau mendengarkan suara rakyat dan saat ini suara rakyat yang paling efektif didengarkan adalah melalui sosial media.Dengan demikian dalam mengambil kebijakannya Jokowi bisa mempertimbangkan suara rakyat tersebut. Jika saluran demokrasi disumbat, Ichwan yakin maka sumbatannya justru akan meledak dimana-mana dan tidak terkontrol.”Pemerintah atau Jokowi seharusnya beruntung dengan keberadaan sosial media karena dengan demikian dia bisa mendengarkan langsung rakyatnya tanpa harus blusukan seperti yang dilakukannya dahulu, Sosial media ini seperti halnya alat bantu yang bisa digunakan dengan baik maupun disalahgunakan,Maka sebaiknya diambil saja yang baik-baiknya,” tandasnya.Sebelumnya ada pertemuan antara Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo, Kapolri Jendral Tito Karnavian dan forum pemimpin redaksi berbagai media massa, Rabu (21/12/2016) malam, membuat kesepakatan untuk sama-sama mengawasi dan menjaga keberadaan media sosial yang semakin liar dan tidak terkontrol pemakaiannya.Menurut Rudiantara, keberadaan sosial media, selain mengancam industri media mainstream, juga mengancam keutuhan bangsa Indonesia. Katanya, konten liar di sosial media bisa berdampak buruk pada persatuan bangsa Indonesia."Sosial media dimanfaatkan oleh orang yang ingin memanfaatkan. Tidak lagi melihat bahwa ini adalah Indonesia, yang negara kita adalah NKRI. Mereka juga ingin mencoba memecah belah kita semua," kata Rudiantara usai pertemuan di Aula Bhimasena, Jalan Dharmawangsa Raya.Rudiantara melanjutkan, dampak buruk dari konten sosial media yang makin liar dan tidak terkontrol itu sudah mulai kelihatan akhir-akhir ini."Di sosial media, konten-konten (negatif) di sosial media hari ini juga sudah ada, seperti mengenai swiping, mengenai fatwa MUI bagaimana menerapkannya dan lain sebagainya," ujar Rudiantara.Sebab itu, lanjut Rudiantara, ia sengaja menggelar pertemuan tertutup bersama Lukman, Gatot, Tito dan forum pemred untuk membuat kesepakatan sama-sama mengambil peran dalam hal pengawasan terhadap sosial media."Memang sengaja ada Pak Kapolri sebagai penegakan hukum, ada dari sisi agama, bagaimana kita nanti membaca, menterjemahkan fatwa MUI ini ada Menteri Agama, ada juga panglima TNI," kata Rudiantara.Presiden Jokowi pun sudah beberapa kali mengutarakan kekhawatirannya seperti saat dia menghadiri acara Silaturahmi Nasional Ulama Rakyat PKB di Ecovention, Ancol, Jakarta Utara pada 12 November 2016 lalu menegaskan hal itu.Ditambah lagi kemudian langkah kepolisian yang menangkap beberapa aktivis sosial media seperti Buni Yani.Menurut Jokowi saat itu Indonesia adalah negara yang penuh dengan keberagaman, maka sudah sepatutnya masyarakat Indonesia menjaga kebersamaan, jangan sampai ada pihak yang merusak indahnya keberagaman ada di antara warga bangsa."Saya perlu mengingatkan kita semuanya mengenai kebersamaan sebagai bangsa. Jangan sampai ada yang ingin merusak kebersamaan ini. Jangan sampai ada yang ingin memecah belah kita," kata Jokowi.Mantan Gubernur DKI jakarta itu mengatakan demikian, sebab di media sosial, banyak pernyataan yang isinya hanya mengadu domba, saling hujat, dan bernada provokasi. Menurutnya, itu bukanlah karakter bangsa indonesia."Kalau kita lihat sosmed dalam satu bulan, dua minggu belakangan ini isinya saling hujat, saling ejek, saling memaki. Banyak yang fitnah, adu domba, dan provoaktif. Inilah yang harus kita perbaiki. Karena itu bukan karakter bangsa Indonesia. Itu bukan tata nilai Indonesia. Bukan tata nilai umat kita. Bangsa kita punya budi pekerti yang baik, sopan santun yang baik, akhlak yang baik," tutup Jokowi.