Laporan: Evi AriskaJAKARTA, Tigapilarnews.com - Sekretaris Jenderal DPD Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin menilai, tangisan terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta (non-aktif) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah tangisan buaya semata."Itu tangisan air mata buaya. Ini fakta, karna dalam tangisan, Ahok melakukan kebohongan-kebohongan," ujar Novel kepada wartawan, Minggu (18/12/2016).Novel pun mengungkapkan beberapa kebohongan Ahok yang dilontarkan saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di sidang perdananya. Salah satunya seperti menyebutkan nama Presiden ke-empat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan mantan panglima ABRI Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf."Bohong gak pake sepatu ketika di makam, bohong dengan membawa bawa nama Alm M Jusuf, Bohong didukung Gus Dur," tandasnya.Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama menangis saat membacakan nota keberatan dalam sidang perdana kasus dugaan penistaan agama, di Gedung eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016) lalu.Ahok terdengar mulai terisak saat bercerita tentang keluarga angkatnya yang beragama Islam. Ia diangkat sebagai anak, oleh keluarga Islam asal Bugis, bernama Andi Baso Amier dan Misribu. Ayah angkatnya, Andi Baso Amier adalah mantan Bupati Bone, tahun 1967 sampai tahun 1970. Andi merupakan adik kandung mantan Panglima ABRI, Almarhum Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf."Saya seperti orang yang tidak tahu terima kasih, apabila saya tidak menghargai agama dan kitab suci. Saya sangat sedih dituduh menista agama Islam, karena itu sama saja saya menista orangtua angkat dan saudara angkat saya sendiri," kata Ahok di ruang sidang PN Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016).Sementara itu soal Gus Dur, Ahok menyebut jika pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pernah mendukungnya saat mencalonkan diri sebagai gubernur di Pilkada Bangka Belitung 2007 silam."Saya berani mencalonkan diri sebagai Gubernur, sesuai dengan amanah yang saya terima dari almarhum Gus Dur, bahwa Gubernur itu bukan pemimpin tetapi pembantu atau pelayan masyarakat," pungkasnya.