JAKARTA, Tigapilarnews.com- Toko online Amazon yang berpusat di Seatlle, Washington, Amerika Serikat (AS) dikecam publik melalui media sosial setelah menjual produk keset bertuliskan “Allah”.Toko online itu akhirnya menghapus produk keset yang dinilai telah menyinggung umat Islam. Pengapusan produk keset dilakukan Amazon tak lama setelah ada petisi yang mendesak pemboikotan toko online tersebut.Iklan produk keset itu muncul sejak Juni lalu. Para pengguna media sosial menyebut produk keset itu dijual seharag USD17,44.Produk itu memicu diskusi online, setelah anggota dewan kota dari Birmingham, Inggris, Mariam Khan, melalui akun Twitter-nya, @mariamkhan29, mengunggah produk keset tersebut sembari mendesak Amazon agar menghapusnya.“Keset ini sangat menyinggung umat Muslim dan merusak. @amazon @AmazonHelpsilakan menghapus ini dari situs Anda segera,” tulis Mariam, pada hari Senin lalu.Mariam mengaku sudah melihat iklan keset itu pada awal bulan ini. Selain melalui Twitter, Mariam juga menggunakan Facebook untuk mendesak Amazon menghapus iklan tersebut.”Saya menjelaskan situasi, meminta mereka untuk memeriksa itemnya,” ujar Mariam. Menurutnya, Amazon menyesal telah menjual produk yang menyinggung umat Muslim.Dia juga melampirkan surat dari perwakilan Amazon, di mana perusahaan meminta maaf kepadanya. ”Mereka tidak pernah bermaksud untuk menyakiti keyakinan agama siapa pun,” ujarnya mengutip surat dari permintaan maaf dari Amazon.”Yakinlah bahwa semua item yang terkait dengan keset ini akan dihapus segera. Amazon ingin pelanggan kami mendapatkan dukungan dan umpan balik positif," lanjut surat permintaan maaf Amazon.Para pengguna internet telah meneken petisi yang mendesak Amazon menarik produk itu. Iklan keset itu kini tidak bisa lagi dilihat di situs toko online AS tersebut.“Muslim di seluruh dunia malu dengan produk yang ditampilkan pada platform Amazon, yang mengandung tulisan Arab mengadu pada Tuhan (Allah) yang dicetak di atas keset dan produk lain, yang tersedia untuk dijual,” bunyi petisi online, seperti dikutip Russia Today, semalam.(exe/ist)