Laporan : Bili AchmadJAKARTA, Tigapilarnews.com - Walikota Bandung, Ridwan Kamil melakukan terobosan kebijakan pelarangan penggunaan styrofoam sebagai pembungkus makanan.Guna mengurangi dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan, pembatasan penggunaan styrofoam tersebut mulai diberlakukan tertanggal 1 November 2016 di wilayah Bandung.Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Jakarta sendiri mengapresiasi kebijakan yang dilakukan Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil tersebut dan meminta agar kebijakan tersebut juga diberlakukan di Jakarta.menanggapi hal tersebut, salah seorang pedangan bubur Cianjur di kawasan Kemang mengaku keberatan jika Jakarta ikut menerapkan kebijakan serupa."Sebenernya itu kebijakannya bagus, tapi saya bingung juga kalo styrofoam dilarang mau bungkus pake apa, soalnya takeran bubur udah pas pake styrofoam, lagian kita kan tambahin alas plastik, jadi buburnya ga langsung kena styrofoam," tutur Ujang (25) kepada Tigapilarnews.com di Jalan Ampera Raya, Kemang, Jakarta Selatan.Ujang yang sudah berjualan bubur selama tiga tahun tersebut mengaku memilih styrofoam karena lebih murah dan memiliki takaran yang sesuai dengan satu mangkok bubur yang dijualnya."Kalo styrofoam biasanya beli Rp 20.000 bisa dapet 50 , sehari ga tentu abis berapa tergantung pembeli yang mau bungkus, kalo ga bungkus makan disini pake mangkok," lanjut ujang.Selain itu, Ujang menuturkan dengan penggunaan styrofoam dirinya masih bisa mengambil untung dari hasil penjualan mulai dari pukul 16.00 sampai 23.00 WIB."Harga buburnya Rp 10.000 , kalo dibungkus harga tetep, tetep dapet untung ko alhamdulilah, ya kira-kira sehari rata-rata 100 mangkok bisa terjual," pungkasnya.Sekedar informasi, EPA dan WHO mengkategorikan proses pembuatan styrofoam sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia, selain itu Styrofoam juga mencemari lingkungan karena sifatnya yang sulit terurai secara alami.