Minggu, 09 Oktober 2016 17:42 WIB

DPR Desak Kemenkes Revisi Tarif Paket INA CBG's

Editor : Yusuf Ibrahim
Laporan: Arif Muhammad Riyan

 JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani, mendesak Kementrian Kesehatan (Kemenkes) untuk merevisi tarif paket Indonesia Case Base Group (INA CBG's).

Hal tersebut dikarenakan makin maraknya kasus pasien yang belum layak pulang, tetapi sudah disuruh pulang oleh rumah sakit dengan alasan INA CBG's. "Atas dasar pelayanan kesehatan masyarakat sebagai mandat konstitusi, pemerintah harus segera mencari  solusinya," kata Irma di Jakarta, Minggu (09/10/2016).

Irma menduga pihak rumah sakit takut rugi karena paket INA CBG's sudah mendekati habis. Sehingga pasien harus pulang dan baru dua tiga hari kemudian boleh masuk kembali dengan paket INA CBG's yang baru. Ditegaskan Irma, regulasi yang seperti ini tentu sangat berbahaya bagi  keselamatan jiwa pasien.

"Mengharuskan pasien pulang dalam kondisi sakit adalah sebuah tindakan yang melanggar fungsi rumah sakit. Tidak hanya itu, menyuruh pasien membeli obat sendiri juga merupakan fraud. Karena INA CBGs sudah memenuhi biaya obat dan RS wajib melaksanakannya," ujar Wakil Ketua Fraksi Nasdem ini.

Lebih jauh, Irma menilai jika rumah sakit dengan logika untung rugi, tidak lagi memperdulika  adanya Pasal 2 UU No. 44 tahun 2009, yang mengamanatkan bahwa rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

"Lalu dimana pelaksanaan nilai-nilai tersebut ketika pasien yang belum layak pulang tetapi sudah disuruh pulang? Dimana nilai kemanusiaan dan keselamatan pasien jika rumah sakit hanya memikirkan untung rugi?" tanya Irma.

Seharusnya, masalah fraud ini juga menjadi kewenangan Badan Pengawas RS (BPRS). Pasal 56 UU no. 44/2009 menugaskan BPRS untuk melakukan pengawasan  melindungi hak pasien di RS. Tapi hal ini pun juga seperti tidak pernah jalan.

Irma mengatakan eraud yang terjadi di rumah sakit ada kaitannya dengan nilai paket INA CBGs yang diatur dalam Permenkes No. 59/2014. Irma pun mempertanyakan apakah memang INA CBG's itu minim sehingga bisa membawa rumah sakit pada saldo negatif ketika harus terus merawat pasien JKN.

Hingga saat ini, sambung Irma, nilai paket INA CBG's belum juga direvisi, walaupun sudah dua tahun ini inflasi di sektor kesehatan bisa mencapai 6-10 persen. Memang dalam Pasal 39 Perpres No. 19/2016 disebutkan besaran INA-CBG's ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2  tahun sekali oleh Menteri. Ini artinya Menteri Kesehatan bisa merevisi INA CBGs dalam waktu 3 tahun atau lebih.

"Walaupun ada ketentuan Pasal 39 tersebut, seharusnya dalam waktu dua tahun Menkes sudah merevisi paket INA CBG's. Proses revisi harus mengacu pada Pasal 24 ayat 1 UU no. 40/2004 yaitu melibatkan asosiasi faskes antara lain asosiasi rumah sakit," katanya.

Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Irma mendesak Kemenkes segera merevisi Permenkes no. 59/2014 dan lebih obyektif dalam menetapkan paket INA CBGs. Menurutnya, penentuan ini jangan dibayang-bayangi oleh ketakutan terjadinya defisit BPJS Kesehatan, tetapi harusnya lebih diutamakan kepada perbaikan pelayanan kesehatan peserta JKN di rumah sakit.

"Pelibatan asosiasi rumah sakit  seharusnya membuat rumah sakit meningkatkan pelayanannya kepada peserta JKN tentunya dengan mengacu pada PKS yang dibuat dan dilandasi oleh nilai-nilai luhur yang ada pada Pasal 2 UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit," tandasnya.(exe/ist)
0 Komentar