JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pakar Astronomi dari Planetarium Jakarta, Cecep Nurwandaya, menilai masyarakat sudah mulai memahami fenomena gerhana matahari total (GMT). Sehingga, dilanjutkannya, tidak perlu ditakutkan seperti halnya tahun 1983 lalu.GMT tahun 1983 memuat mitos-mitos seperti yang ada di daerah Jawa yakni adanya raksasa Betara Kala atau Rahu menelan matahari lantaran dendamnya pada Sang Surya atau Dewa Matahari. Selain itu, ditambahkannya, akan menjadikan orang hamil takut dan dilarang keluar rumah. Bahkan, penduduk saling memukul pentungan tanda bahaya akan datang."Terlihat gerhana matahari total bukan hal yang menakutkan lagi untuk masyarakat. Karena masyarakat sejak dini hari tadi, sudah memadati pusat Observatorium Jakarta ini untuk menyaksikan GMT," terang Cecep dalam wawancaranya bersama Radio Republik Indonesia di Jakarta, Rabu (09/03/2016).Di Planetarium "nobar GMT" berlangsung hingga pukul 08.30 WIB, dengan delapan teleskop yang disediakan. Masyarakat dapat menyaksikan GMT secara bergantian. Lanjut Cecep, kacamata yang disediakan Planetarium hingga 4 ribu kacamata pun ludes dibagikan. GMT di Jakarta puncaknya terjadi pada pukul 7:21 WIB.GMT terjadi ketika piringan matahari tertutup seluruhnya oleh piringan bulan yang melintas di antara matahari dan bumi. Secara statistik, GMT terjadi di suatu lokasi setiap 375 tahun.GMT terakhir yang teramati di Indonesia adalah GMT 18 Maret 1988 (Sumatera, Kalimantan) sedangkan GMT berikutnya adalah GMT 20 April 2023 (Timor, Papua). Pada saat gerhana, ukuran sudut bulan empat persen lebih besar dibandingkan ukuran sudut matahari.(exe/ist)