Sabtu, 14 September 2019 11:10 WIB

KPK Butuh Dewan Pengawas

Editor : Rajaman
Gedung Merah Putih KPK (ist)

Jakarta, Tigapilarnews.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah menandatangani surat presiden (surpres) Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK) dan menyerahkannya kepada DPR. Artinya Presiden menyetujui pembahasan RUU KPK yang dinilai oleh kalangan masyarakat aktivis anti korupsi melemahkan lembaga yang kini di pimpin oleh Agus Rahardjo ini. 

Surpres Jokowi nomor R-42/Pres/09/2019 isinya sebagai berikut "Merujuk surat ketua DPR RI nomor LG/14818/DPR RI/IX/2019 tanggal 6 September 2019 hal penyampaian Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ini kami sampaikan bahwa kami menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili kami dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut"

Pembahasan RUU KPK dilakukan di Baleg DPR karena Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum yang juga sebagai mitra kerja KPK, sedang fokus membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pemasyarakatan dan menyeleksi 10 Calon Pimpinan KPK periode 2019-2023. RUU ini juga diusulkan Baleg DPR. 

Daftar inventaris masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah dalam surpres itu banyak merevisi draf RUU tentang KPK yang disusun DPR. Revisi itu bertujuan untuk tidak melemahkan lembaga antirasuah itu. Namun pemerintah/Presiden belum menyampaikan point-point yang di revisi. Presiden Jokowi nantinya yang akan menyampaikannya langsung. 

Dari keseluruhan 70 Pasal draf RUU KPK, terdapat satu poin mengenai pembentukan Dewan Pengawas KPK. Anggota Dewan Pengawas terdiri dari lima orang yang dipilih dengan mekanisme Panitia Seleksi (Pansel), Presiden, dan ditetapkan DPR. 

Dalam Pasal 37A ayat 1 draf RUU KPK menyebut dewan pengawas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Sementara Pasal 37A ayat (2) menyatakan dewan pengawas adalah lembaga nonstruktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri.

Keberadaan dewan pengawas diketahui juga ada dalam sejumlah lembaga negara seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai pengawas kepolisian, Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) sebagai pengawas MA, dan Komisi Yudisian (KY) sebagai pengawas hakim dan beberapa lembaga lain.

Tugas dari Dewan Pengawas seperti tercantum pada Pasal 37B RUU KPK ialah memberi izin atau tidak terkait penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan; menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai KPK; menyelenggarakan sidang dugaan pelanggaran kode etik. 

Kemudian melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun; menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang tersebut.

Lalu Dewan Pengawas membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala dan disampaikan kepada Presiden serta DPR.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Masinton Pasaribu mengatakan bagaimana mungkin satu lembaga itu bisa bekerja baik kalau internalnya itu tidak benar di dalamnya, sehingga masalah dewan pengawas itu dimasukan dalam poin-poin RUU KPK. 

"Jadi sebenarnya hari ini kita melihat semua bahwa ada banyak persoalan di dalam KPK yang menjadi  tantangan terhadap komisioner yang sekarang sedang dilakukan uji kelayakan di komisi III," kata Masinton di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. 

Masinton mencontohkan saat Budi Gunawan menjalani fit and proper test calon Kapolri. KPK mengumumkan status hukum calon Kapolri tersebut dan kemudian dipraperadilankan dan di batalkan status tersangka tersebut dan sekarang menjadi kepala BIN.

"Maka selalu saya katakan KPK itu sudah berubah bukan lagi komisi pemberantasan korupsi. Kalau sekarang sudah menjadi Komisi Pengembangan Karir," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR ini juga mengkritik keberadaan wadah pegawai KPK. Kelompok ini menjadi penekan pimpinan KPK. Ia mencontohkan kasus dugaan pelanggaran etik oleh mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Pol Firli Bahuri pada November tahun 2018. Baru sekarang dipersoalkan ketika Irjen Firli maju sebagai Capim KPK. 

"Ini katanya lagi, enggak ada putusan. Ini bahayanya menyangkut itu tadi menyangkut karir orang, belum lagi menyangkut status hukum seseorang. Betapa brutalnya tidak mengikuti aturan hukum. Pokoknya dia benar," kecamnya.

Sementara itu Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan pendapat dan pandangan Presiden soal RUU KPK bahwa pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden, hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya. 

"Walaupun demikian untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturannya, serta terciptanya proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pengangkatan Dewan Pengawas, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi serta membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya," kata Yasonna Laoly di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019) malam.


0 Komentar