Rabu, 27 Februari 2019 12:19 WIB

KPU Bakal Buka TPS Khusus untuk Fasilitasi Pemilih Tambahan

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi KPU. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih condong membuka tempat pemungutan suara (TPS) khusus untuk memfasilitasi pemilih tambahan yang tercatat dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) lantaran kekurangan surat suara.

Sebelumnya muncul sejumlah alternatif lain untuk mengatasi polemik DPTb seperti revisi Undang-undang Pemilu, pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), hingga uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Komisioner KPU Viryan Aziz mengungkapkan, membuka TPS baru merupakan solusi yang paling mungkin dilakukan KPU untuk pemilih yang berpindah TPS.

“Opsi itu baru akan diambil jika proses distribusi pemilih tambahan ke TPS terdekat tidak mungkin dilakukan karena jumlah pemilih tambahan yang sangat banyak pada satu titik," ucap Viryan di di Gedung KPU Jakarta.

Seperti di lapas dan rutan, kata dia tidak mungkin pemilihan dilakukan di luar lapas atau rutan. Begitupun terhadap pemilih yang konsentrasi jumlahnya mencapai ribuan. "Jadi secara teknis tidak memungkinkan untuk didistribusikan. Namun KPU masih mengoptimalkan pendistribusian pemilih DPTb ke tempat pemungutan suara terdekat," katanya.


Menurut Viryan, solusi tersebut merupakan upaya KPU untuk melindungi hak pilih warga negara. "Prinspinya bagi KPU melindungi hak pilih warga negara itu wajib. Hanya solusi teknisnya bagaimana, itu yang terus dilakukan," tegasnya. 

Viryan mengatakan opsi juducial review sempat mencuat sebagai solusi, namun pihaknya enggan menjadi pemohon uji materi lantaran masih mempertimbangkan opsi lain untuk menyelesaikan persoalan kekurangan surat suara untuk DPTb. "KPU sudah membahas kemarin, opsi judicial review tidak dilakukan (sebagai pemohon), tapi mungkin dari pihak lain," tegasnya.

Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai opsi yang paling memungkinkan mengatasi polemik DPTb adalah membuat TPS khusus bagi para pemilih DPTb, agar pemilih tambahan tidak tersebar sehingga memudahkan KPU melakukan pengaturan. 

Solusi ini memungkinkan agar para pemilih tetap yang telah mengurus pindah tetap bisa menggunakan hak suaranya. "Jadi mereka tidak harus terpisah, dibikinkan saja TPS berdasarkan DPTb. Ini akan lebih mudah lagi pengaturannya," jelasnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Ahmad Riza Patria menegaskan, solusi polemik DPTb cukup membuat Surat Edaran terkait pergeseran surat suara dari satu TPS ke TPS lainnya. Tentu saja surat itu dibuat bersama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), peserta pemilu yakni partai politik (parpol) dan pasangan calon presiden-wakil presiden, serta stakeholder terkait.

“Sejak awal pihaknya sudah mengkritisi KPU soal DPT dan dugaan terkait penambahan dan pergeseran pemilih akibat pekerjaan dan lain sebagainya terbukti. Soal surat suara cadangan ini, UU Pemilu sudah megatur bahwa besarannya 2% saja dari total DPT,” katanya.

Menurut mantan Komisioner KPU DKI Jakarta itu, selama ini masalah kekurangan surat suarat tidak pernah terjadi dalam pemilu sebelumnya karena adanya fenomena perpindahan pemilih karena faktor pekerjaan dan lain-lain, dan juga golput yang selalu mencapai angka 10% dari pemilu ke pemilu. “Justru, kalau sampai kurang, ini jadi pertanyaan, jangan-jangan ada mobilisasi dan sebagainya atau kecurangan. Sejauh ini, kami menyakini tidak mungkin ada kekurangan surat suara,” imbuhnya.

Soal kekhawatiran pemilih dalam DPTb tidak terakomodir, dia menuturkan, itu tidak akan terjadi karena pemilih sudah masuk dalam daftar DPTb sehingga KPU sudah mengetahui di TPS mana saja terjadi kelebihan pemilih. Dan itu bisa diakali dengan pergeseran surat suara dari TPS lain dalam satu kelurahan. 

Dia meyakini hal ini tidak memicu kecurangan karena pergeseran suara ini ada berita acaranya dan disaksikan para saksi. “Kan setiap ada pergeseran surat suara ada berita acara dan ada saksi, sudah diketahui ada kekurangan atau tidak. Jadi bukan dipindahkannya sebelum pelaksanaan pencoblosan,” terangnya. 

Ketua DPR Bambang Soesatyo mendorong pemerintah dan KPU untuk mengkaji lebih dalam mengenai pembuatan Perppu, walaupun secara hukum pemerintah berhak menentukan perlu tidaknya Perppu berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 1 angka 4 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Namun demikian sebagai ukuran objektif penetapan Perppu didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-VII/2009, ada tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan Perppu,” kata Bambang dalam siaran persnya.

Politikus Partai Golkar itu juga mendorong pemerintah dan KPU melakukan pertemuan dan konsultasi terkait penetapan Perppu sebagai solusi untuk mengatasi kondisi banyaknya pemilih pindahan. 

Karena, Pasal 344 ayat (2) UU Pemilu menetapkan surat suara yang dicetak ialah berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) ditambah dengan 2% surat suara cadangan. “Dengan memastikan jumlah pemilih pindahan di satu TPS sebelum pelaksanaan pemungutan suara, berdasarkan data dari usulan KPUD,” tandasnya.(ist)


0 Komentar