Selasa, 18 Desember 2018 10:47 WIB

Waktu Pelaksanaan UN 2019 Sedikit Bergeser ke Depan

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi UN. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pemerintah memutuskan jadwal pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2019 dimajukan pada Maret atau sebulan lebih maju dari tahun sebelumnya.

Jika tidak dimajukan maka UN akan bersamaan dengan pelaksanaan puasa Ramadan. Sejumlah persiapan pun sudah dilakukan untuk mendukung kebijakan baru ini. Di antaranya membuat standar operasional prosedur (SOP) agar UN berjalan lancar.

Rencananya pelaksanaan UN 2019 dilaksanakan serentak pada bulan ketiga atau Maret. Sedangkan pada 2018 pelaksanaan UN pada April lalu. Perubahan ini dimaksudkan untuk menghormati ibadah puasa Ramadan.

“Waktu pelaksanaan UN 2019 sedikit bergeser ke depan dibandingkan tahun 2018. UN tahun 2018 dimulai pada bulan April, sedangkan UN tahun 2019 dimulai pada bulan Maret. Pergeseran ini karena menyesuaikan waktu puasa Ramadan yang diproyeksikan mulai tanggal 5 Mei 2019,” ungkap Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi.

Jadwal UN pertama kali akan berlangsung di jenjang SMK/MAK dan sederajat pada 25-28 Maret. Selanjutnya diikuti UN SMA/MA pada 1,2, 4, dan 8 April.

Sedangkan UN Program Paket C/Ulya pada 12-16 April, dilanjutkan UN SMP/MTs pada 22-25 April. Pemerintah juga mengagendakan UN Program Paket B/Wustha pada 10-13 Mei.

Bambang menjelaskan bahwa tahun depan UN di jenjang sekolah menengah atas akan dijalankan dengan 100% berbasis komputer atau disebut ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Hal ini, jelasnya, sesuai dengan hasil rapat koordinasi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan juga Kementerian Agama (Kemenag).

Target yang sama juga ditargetkan pada MTS dan Paket B yang juga 100% UNBK juga. Sementara untuk SMP ditargetkan 85% UNBK. “Untuk jenjang SMA/MA, SMK dan Paket C ditargetkan 100 % UNBK,” jelasnya.

Bambang melanjutkan, BSNP juga telah meluncurkan prosedur operasional (POS) UN melalui surat edaran. Dia menyampaikan bahwa POS UN dan USBN adalah ketentuan yang mengatur penyelenggaraan dan teknis pelaksanaan UN dan USBN 2019.

Secara umum, kebijakan USBN dan UN 2019 tidak jauh berbeda dengan kebijakan tahun 2018. Perbedaan pada jadwal pelaksanaan dan proyeksi jumlah peserta. “Kebijakan USBN dan UN tahun 2019 secara umum tidak jauh berbeda dengan kebijakan USBN dan UN tahun 2018. Perbedaan ada pada proyeksi jumlah peserta dan jadwal ujian,” terangnya.

Mengenai soal ujian untuk Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Bambang menjelaskan bahwa materinya berupa soal pilihan ganda (PG) sebanyak 90% dan soal uraian 10%. Materi soal dari pusat sebanyak 20-25%. Sedangkan sisanya, yakni 75-80% soal USBN disusun oleh masing-masing guru di satuan pendidikan yang dikonsolidasikan oleh MGMP/KKG/Forum Tutor/Pokja pondok pesantren salafiyah.

Sedangkan soal UN 100% disiapkan oleh pusat. Semua soal dalam bentuk pilihan ganda, kecuali soal Matematika SMA/MA, SMK/MAK dan Paket C/Ulya yang terdiri atas pilihan ganda dan isian singkat. “Demikian juga soal yang berorientasi pada penalaran tingkat tinggi (HOTS), masih diterapkan dalam UN 2019,” ungkapnya.

Pengamat Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia Said Hamid Hasan berpendapat, apabila tahun depan soal HOTS masih dipakai di ujian nasional maka dikhawatirkan akan menjadi masalah besar. Hal itu karena secara pedagogis sistem pendidikan yang digariskan di Indonesia hanya boleh menilai apa yang dipelajari dan dialami siswa dalam belajar.

“Kalau siswa belum belajar dalam proses pembelajaran HOTS, dan kenyataannya demikian, kita uji dengan soal tentang HOTS kita melanggar prinsip pendidikan yang fundamental,” terangnya.

Said mengatakan, pengambil kebijakan pendidikan seharusnya memahami prinsip pendidikan ini dan juga kenyataan di lapangan. Diakuinya, kemampuan HOTS teramat penting. Namun jika memang siswa akan diuji dengan HOTS, maka perbaiki dulu proses pembelajaran di seluruh sekolah.

Menurut dia, siswa memiliki hak untuk mendapatkan pembelajaran HOTS. Meski demikian, haruslah ada perlindungan hukum agar siswa tidak selalu jadi objek kebijakan yang tidak berdasarkan prinsip pendidikan. “Tegakkanlah kebijakan pendidikan berdasarkan prinsip pendidikan, cegahlah peserta didik sebagai korban kebijakan yang tidak edukatif,” saran Said.(exe/sindo)


0 Komentar