Rabu, 07 November 2018 11:44 WIB

Yusril Didesak Mundur dari Pengacara Hizbut Tahrir Indonesia

Editor : Yusuf Ibrahim
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra telah memutuskan bersedia menjadi pengacara pasangan nomor urut 01 Jokowi-KH. Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019.

Namun status Yusril sebagai pengacara Jokowi-Ma'ruf disoal sejumlah pihak karena secara bersamaan yang bersangkutan juga diketahui menjadi pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Anggota Forum Advokat Pembela Pancasila (FAPP) Ridwan Darmawan menilai keputusan Yusril menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf kontradiktif karena Yusril dianggap 'pembela' HTI, organisasi yang badan hukumnya telah dicabut oleh Kemenkumham atau dengan kata lain telah dilarang di Indonesia.

"Saya Kira posisi ini jelas situasi yang sangat kontradiktif dan masuk kualifikasi sebagaimana di atur di dalam Kode Etik Advokat yang melarang dualisme advokat agar tidak timbul pertentangan antar klien atau pihak-pihak yang bersangkutan," kata Ridwan dalam siaran persnya, Rabu (7/11/2018).

Ridwan menjelaskan, dalam Kode Etik Advokat Bab III mengenai Hubungan Dengan Klien di Pasal 4 Huruf (J) dinyatakan: "Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila di kemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan".

Menurut Ridwan, selain menjadi Pengacara Jokowi-Ma'ruf meskipun konon Surat Kuasa Khususnya belum diberikan oleh paslon ini, Yusril juga merupakan salah satu pengacara Ormas HTI yang saat ini sedang mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Pendapatnya, jika Yusril tidak segera mengundurkan diri sebagai Kuasa Hukum HTI maka tentu selain dilarang oleh Kode Etik Advokat, persoalan ini juga akan menimbulkan masalah tersendiri bagi Jokowi-Ma'ruf di kemudian hari.

Adapun terkait dalih yang disampaikan Yusril dalam menanggapi dorongan sejumlah pihak termasuk elit parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf agar mundur sebagai pengacara HTI yang dijawab oleh Yusril tidak ada relevansi atau kaitannya dengan capres dan cawapres, Ridwan menganggap alasan yang disampaikan Yusril terkesan mengada-ada.

Sebab bagaimana mungkin Yusril yang katanya Pakar Hukum Tata Negara memandang bahwa tidak ada kaitan antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Capres Jokow. Ia mengingatkan Jokowi itu calon Petahana, di mana saat ini Jokowi masih sebagai Presiden Republik Indonesia.

Harus di ingat, katanya, sesuai UUD 45 menteri adalah pembantu Presiden, dan dalam sistem ketatanegaraan yakni sistem presidensial, presiden adalah pemegang kekuasaan tunggal yang bertanggung jawab kepada konstitusi, sehingga kebijakan kementerian kabinetnya sepenuhnya adalah garis kebijakan yang sudah di gariskan oleh Presiden. 

Sehingga menurutnya, tidak tepat jika Ketua Umum DPP PBB itu mengatakan bahwa tidak ada relevansinya menghubungkan kemenkumham dengan Presiden atau Cawapres Jokowi.

Karena sejatinya pilihan politik pemerintahan Jokowi mencabut dan membubarkan Ormas HTI yang secara teknis dilakukan melalui kewenangan atribusinya oleh Kementerian hukum dan HAM adalah kebijakan Presiden Jokowi yang secara nyata hari ini mencalonkan kembali sebagai Calon Presiden berdampingan dengan Kyai Ma'ruf sebagai Cawapresnya. 

"Oleh Karena itu, sudah semestinya menurut saya rekan Yusril segera menentukan sikap antara menjadi kuasa hukum HTI atau mundur dan memilih menjadi kuasa hukum Capres - Cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin," ujar Ridwan yang juga pengacara pemerintah dalam melawan gugatan HTI di Pengadilan.(exe/ist)


0 Komentar