Jumat, 31 Agustus 2018 22:23 WIB

Jaksa Agung: Mantan Dirut Pertamina Karen G. Agustiawan Dua Kali Mangkir, Akan Panggil Paksa

Editor : A. Amir
Jaksa Agung HM Prasetyo

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Jaksa Agung HM Prasetyo mengancam akan panggil paksa mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan. Sebab, dia telah dua kali mangkir dari panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa sebagai tersangka.

"Ya kita akan coba panggil lagi. Kita harapkan agar kalau dia dipanggil ada kesadaran untuk hadirlah. Apapun alasannya, panggilan untuk penegakan hukum itu harus diutamakan," ujar Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (31/8).

Kejagung saat ini telah menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMA) Australia. Kedua tersangka yang ditahan yakni mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) pada Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto dan mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan.

Sementara dua tersangka lainnya, yakni Karen Agustiawan dan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina Genades Panjaitan belum ditahan. Hanya saja, keduanya telah dilakukan pencekalan bepergian ke luar negeri.

"Step by step, kemarin Frederik Siahaan sudah ditahan. Ini bukti kehati-hatian kita tentunya. Kita tidak sembarangan. Kita ingin penanganan kasus ini cermat, obyektif dan proporsional, semuanya terukur," tutur Prasetyo.

Karen Agustiawan telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMA) Australia oleh tim penyidik Kejaksaan Agung sejak 22 Maret 2018. Namun sejak saat itu, Karen belum pernah memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka.

Kasus dugaan korupsi tersebut bermula saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.

Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase - BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai USD 31 juta.

Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar USD 26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.

Namun ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.

Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.

Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.

Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar USD 31 juta dan USD 26 juta atau setara Rp 568 miliar.


0 Komentar