Kamis, 05 Juli 2018 11:15 WIB

Majelis Pers: Keranda Mayat Simbol Matinya Kemerdekaan Pers Indonesia

Editor : A. Amir
Sekjen Majelis Pers sekaligus ketua umum DPP KWRI, Ozzy Sulaiman Sudiro dan Keranda Mayat dihadiahkan ke Dewan Pers

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Aksi umat Pers yang dilakukan dan diakomodir sejumlah organisasi pers nasional sebagai bentuk perlawanan umat Pers terhadap tirani kekuasaan Dewan Pers dilakukan dalam demo damai pada hari Rabu (4/7/2018).

Refleksi dan reaksitas umat Pers terhadap kebijakan-kebijakan Dewan Pers yang dinilai tidak berpihak pada jurnalis, diskriminatif bahkan telah mengkriminalisasi pers terjadi dihampir setiap daerah.

Penolakan tersebut berawal dari kebijakan dan sikap Dewan Pers yang selama ini dirasakan telah membunuh karakter Pers dan membunuh kemerdekaan Pers, memicu kemarahan dan memuncaknya hak tolak atas kinerja Dewan Pers yang tidak sesuai dengan tujuan awal sebagai amanah reformasi dan demokrasi untuk mengembalikan citra martabat harga diri bangsa kepada Pers Pancasila. 

Aksi serentak yang dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, dengan pusat aksi di DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan menjadi titik vital.

Sejumlah pengurus organisasi-organisasi pers dalam orasinya di depan gedung Dewan Pers, para organisasi pers dan umat pers mendorong Majelis Pers untuk mengambil sikap dan langkah tegas dalam melakukan evaluasi kinerja dewan pers selama ini.

Sekjen Majelis Pers sekaligus ketua umum DPP KWRI, Ozzy Sulaiman Sudiro mengatakan dihadapan ratusan awak media dipelataran gedung Dewan Pers Jakarta, bahwa kemerdekaan pers yang sudah kita perjuangkan bersama pejuang Pers Reformis (Majelis Pers) diduga telah dibajak oleh sekelompok pesanan sponsor penguasa dan pengusaha Pers.

Seolah-olah kemerdekaan Pers ini hanya diraih dan diperjuangkan oleh segelintir organisasi Pers, itu adalah kebohongan publik dan pengkhianatan hati nurani.

Bahwa kemerdekaan Pers yang sudah kita perjuangkan adalah hasil perjuangan 27 organisasi wartawan sejarah telah mencatat itu.

Majelis Pers yang turut membidani lahirnya Dewan Pers merasa prihatin dan duka yang mendalam kapada para jurnalis yang saat ini berada dalam hotel prodeo hingga kematian seperti yang dialami M Yusuf  karena sebuah berita, mengacu UU No.40 thn 1999 tentang Pers, bahwa sebuah karya jurnalistik tidak menganut kriminalisasi pers, karena wartawan didalam melaksanakan fungsi dan tugas jurnalistiknya secara konstitusi dilindungi undang undang No 40 thn 1999 tentang Pers.

Sedangkan berkaitan dengan undang undang ITE No 19 thn 2016 tentang perubahan atas Undang Undang No 11 thn 2008 terkait informasi transaksi elektronik, keberadaannya diberlakukan semata-mata untuk sosial media dalam hal ini: twitter, facebook, instagram dst, bukan terhadap jurnalis, terutama Pasal 45 A dengan ancaman 6 thn penjara dan denda 1 milyar rupiah..itu artinya sama saja kiamat sugra bagi wartawan.

Hal ini menjadi catatan buram bagi kinerja pengurus Dewan Pers sepanjang sejarah kemerdakaan Pers dan telah mencederai kemerdekaan pers itu sendiri, 

"Kami memberikan apresiasi dan tentu menempatkan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pejuang Pers kepada teman-teman peserta aksi, baik dijakarta maupun diberbagai daerah, bahwa moment ini menjadi langkah maju merebut kembalinya kemerdekaan pers," kata Ozzy.

Lebih lanjut, "karena kita adalah seorang pejuang dan bukan orang-orang yang diperjuangkan dan kami meminta kepada pengurus Dewan Pers untuk mengevaluasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakannya bila perlu mencabut hal-hal yang berpotensi terhadap pembunuhan karakter Pers dan membunuh kemerdekaan Pers itu sendiri," ujar Ozzy.

Dan diakhir orasinya, "kami juga meminta dengan segala hormat kepada bapak Presiden H. Ir Joko Widodo dapat menyikapi dengan seksama, hal ini dapat merusak tatanan wajah demokrasi kita, karena hitam putih wajah republik ini dapat tercermin melalui kelangsungan hidup Pers," pungkas Ozzy.

Upaya-upaya pembodohan terhadap pers Nasional akan segera berakhir, dan pihaknya akan segera membentuk tim khusus untuk melakukan konsolidasi, diskusi kepada ketua DPR RI, Menkominfo dan para pakar hukum dibidangnya agar segera melakukan judicial review terhadap UU Pers Nomor 40 tahun 1999 tentang pers serta mereview MOU yang dilakukan Dewan Pers dengan TNI dan Polri.

Dalam aksi ini, Dewan Pers dihadiahkan keranda mayat sebagai simbol matinya kemerdekaan Pers. (AA/Team)


0 Komentar