Selasa, 05 Juni 2018 23:45 WIB

Penaklukan Konstantinopel (Sekarang Istanbul) oleh Sultan Muhammad Al-Fatih

Editor : A. Amir
Penaklukan Konstantinopel (Sekarang Istanbul) oleh Sultan Muhammad Al-Fatih

JAKARTA, Tigapilarnews.comMuhammad al-Fatih adalah salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang paling terkenal. Ia merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniah. Al-Fatih adalah gelar yang senantiasa melekat pada namanya karena dialah yang mengakhiri atau menaklukkan Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad.

Sultan Muhammad al-Fatih memerintah selama 30 tahun. Selain menaklukkan Binzantium, ia juga berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa, dan termasuk jasanya yang paling penting adalah berhasil mengadaptasi menajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke dalam Kerajaan Utsmani.

Pada hari Selasa, 20 Jumadil Ula 857 H yang bertepatan dengan 29 Mei 1453 M, Sultan Muhammad II berhasil menaklukan Konstantinopel. Sang Sultan kemudian mendapatkan gelar Al-Fatih (The Conqueror, Sang Penakluk).

Dia berhasil melakukan penaklukan tersebut di usianya yang ke 21 tahun.

Bangsa Persia, Avar, Slavia, Rus dan Latin juga pernah berupaya menguasai kota ini. Selama 1123 dan 23 upaya pengepungan, Konstantinopel berhasil selamat. Kota ini pernah satu kali ditembus oleh para kesatria Katholik pada periode Perang Salib IV, tahun 1204 M. Konstantinopel kemudian dijarah, penduduknya dibantai. Perpecahan antara Gereja Barat (Katholik) yang berpusat di Roma dan Gereja Timur (Kristen Orthodoks) di Konstantinopel semakin meluas setelah kejadian tersebut.

Para Pemimpin umat Islam dari Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Seljuk hingga Utsmaniyah juga berupaya berjihad menaklukan kota yang memiliki pertahanan kokoh tersebut. Mereka berupaya merealisasikan kabar gembira dari Nabi Muhammad SAW bahwasanya Kontantinopel akan ditaklukan oleh pemimpin dan pasukan terbaik.

Karakter Pemimpin Yang Ditanamkan Sejak Kecil

Muhammad al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah.

Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh. Perhatian tersebut terlihat dari Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Tidak heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani, luar biasa!

Walaupun usianya baru seumur jagung, sang ayah, Sultan Murad II, mengamanati Sultan Muhammad memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan sang ayah agar anaknya cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari. Bimbingan para ulama diharapkan menjadi kompas yang mengarahkan pemikiran anaknya agar sejalan dengan pemahaman Islam yang benar.

Sejak kecil Sultan Muhammad Al-Fatih telah dididik dan dimotivasi dengan hadits tersebut oleh sang guru, Syaikh Aq Syamsuddin. Sang guru mengatakan ke muridnya itu:

"Sungguh, kota Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpinnya (penaklukannya) dan sebaik-baiknya pasukan adalah pasukannya."

Syaikh Aq Syamsuddin merupakan keturunan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Dia mengajarkan Qur'an, Hadits, Fikih, Bahasa, Sejarah, Matematika dan ilmu Perang pada Mehmet nama lain dari Sultan Muhammad Al-Fatih.

Strategi Menaklukkan Bizantium

Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang berlangsung tidak kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka.

Pertahanan yang tangguh dari kerajaan besar Romawi ini terlihat sejak mula. Sebelum musuh mencapai benteng mereka, Bizantium telah memagari laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium kecuali dengan melintasi rantai tersebut.

Akhirnya Sultan Muhammad menemukan ide yang ia anggap merupakan satu-satunya cara agar bisa melewati pagar tersebut. Ide ini mirip dengan yang dilakukan oleh para pangeran Kiev yang menyerang Bizantium di abad ke-10, para pangeran Kiev menarik kapalnya keluar Selat Bosporus, mengelilingi Galata, dan meluncurkannya kembali di Tanduk Emas, akan tetapi pasukan mereka tetap dikalahkan oleh orang-orang Bizantium Romawi. Sultan Muhammad melakukannya dengan cara yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam.

Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang, mereka sama sekali tidak mengira Sultan Muhammad dan pasukannya menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. 70 kapal laut diseberangkan lewat jalur darat yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar, menebangi pohon-pohonnya dan menyeberangkan kapal-kapal dalam waktu satu malam melalui bukit sejauh 3 mil adalah suatu kemustahilan menurut mereka, akan tetapi itulah yang terjadi.

Beberapa strategi perang yang cerdik dan cemerlang dilakukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih untuk memuluskan rencana penaklukannya. Sultan membangun benteng Rumeli Hisari di wilayahnya bagian Eropa. Benteng ini dibangun berhadapan dengan benteng yang dibangun oleh nenek moyangnya diwilayah bagian Asia. Benteng yang dikenal sebagai "Pemotong Tenggorokan" tersebut akan melontarkan bola besi pada kapal yang nekat melewatinya tanpa permisi.

Sultan juga merekrut seorang engineer asal Hungaria, Orban untuk membuat meriam raksasa untuk menjebol tembok Konstantinopel.

Ide jenius Sultan yang lain adalah berkaitan dengan upaya menembus akses Golden Horn (Tanduk Emas) yang ditutup menggunakan rantai besi yang panjang dan kuat.

Sultan juga sering mengingatkan pasukannya untuk ikhlas dalam berjuang, memperbanyak doa dan siap mengorbankan nyawa untuk berjihad di jalan-Nya.

Setelah pertempuran dahsyat selama 53 hari lamanya yang dimulai sejak bulan April 1453, ibukota Byzantium selama 1143 tahun berhasil ditaklukan.

800 tahun setelah kabar gembira tersebut disabdakan oleh Rasulullah SAW, Konstantinopel akhirnya jatuh ke tangan pemimpin dan pasukan terbaik.

Sultan Muhammad Al-Fatih memasuki kota melalui Gerbang Adrianopolis. Dia kemudian menuju gereja Hagia Sophia dimana banyak berkumpul umat Kristen.

Mereka ketakutan, mereka khawatir akan dibunuh, dieksekusi dan dibantai oleh pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih sebagaimana saat ditaklukan oleh pasukan Latin Khatholik.

Sang Sultan kemudian meminta pada uskup untuk menenangkan jamaahnya dan memerintahkan mereka untuk kembali ke rumah masing-masing.

Sultan Muhammad Al-Fatih memberikan kebebasan beribadah kepada umat Kristen. Mereka tak dipaksa untuk memeluk agama Islam.

Georgios Kourtesios Scholarius dari etnis Yunani diangkat sebagai Patriark, pemimpin agama Kristen Orthodoks, untuk mengurus peribadatan mereka.

"Tak seorang pun boleh menyakiti dan mengganggu (Patriark). Tanpa gangguan, pemungutan pajak dan tekanan dari musuh manapun. Dia bersama uskup dibawahnya tak akan dipungut pajak selamanya." ujar Sultan Muhammad Al-Fatih.

Gereja Hagia Sophia yang selesai dibangun pada tahun 537 M oleh Kaisar Justinian, gereja terbesar di Kontantinopel dikonversi menjadi Masjid.

Pada hari Jumat, 1 Juni 1453 H, di Masjid Hagia Sophia kemudian dilaksanakan ibadah shalat Jum'at perdana di Istanbul, nama baru untuk Konstantinopel.

Kelak Masjid yang menjadi saksi penaklukan Konstantinopel ini dikonversi menjadi museum oleh rezim sekuler, Mustafa Kemal Attaturk di tahun 1935.

Di tahun 1492,39 tahun setelah peristiwa penaklukan Konstantinopel di Eropa Timur, kekuasaan Islam di Andalusia, Eropa Barat berakhir.

Recounquista (Penaklukan Kembali) yang dilancarkan oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella, pemimpin Kerajaan Spanyol berhasil meruntuhkan Emirat Granada.

Umat Islam dan Yahudi yang kemudian menjadi minoritas dipaksa untuk memeluk Kristen. Mereka yang tidak mau kemudian dihukum dan akhirnya mengungsi sampai tak tersisa.

Matahari yang terbenam di Eropa Barat, terbit di Eropa Timur. Ketika Islam lenyap di suatu tempat, maka dia akan tumbuh merekah ditempat lain.

Alloh SAW mengganti para pemimpin yang menjual agama dan umatnya di Granada, Andalusia dengan para Gazi dari Utsmani yang ikhlas dan gagah pemberani.

Referensi Buku:

1453: Detik-detik Jatuhnya Kontantinopel ke Tangan Muslim. Roger Crowley. 2016. Alvabet Atlas Perang Salib. Sami bin Abdullah Al-Maghluts. 2010. Almahira.
Istanbul: Kota Kekaisaran. John Freely. 2012. Alvabet Muhammad Al-Fatih. Ali Muhammad Ash-Shalabi. 2017. Aqwam Muhammad Al-Fatih 1453. Felix Y. Siauw. 2013. Alfatih Press Sultan Mehmet II: Sang Penakluk. John Freely 2012. Alvabet

(Cordova Media / AA)


0 Komentar