Selasa, 05 Juni 2018 07:47 WIB

Kemenkumham Dinilai Tak Berhak Koreksi Draf PKPU soal Eks Koruptor Jadi Caleg

Editor : Rajaman
Kantor KPU RI (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Viryan mengatakan bahwa Kementerian Hukum dan HAM tidak berhak mengoreksi isi draf Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif 2019. 

Meskipun, draf PKPU tersebut mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019, yang dianggap banyak pihak bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu. 

"Kemenkumham posisinya pada proses administrasi pengundangan, konten itu ada di kami (KPU)," ujar Viryan, Selasa (5/6/2018).

Apalagi, menurut Viryan, konten draf PKPU tersebut sudah dibahas bersama pemerintah dan DPR. Dengan demikian, KPU menilai bahwa PKPU itu sudah menjalani mekanisme sebagaimana yang diatur dalam UU Pemilu. 

"Idealnya, proses pengujian terhadap konten PKPU itu di Mahkamah Agung. Kan dimungkinkan itu," kata Viryan.

Selama ini juga, kata Viryan, pengundangan PKPU juga tidak pernah ada masalah dengan syarat dan mekanisme yang ada. 
"Selama ini berjalan normal. Sudah ada belasan Peraturan KPU dan selama ini lancar-lancar saja," ujar Viryan. 

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan bahwa dirinya tidak akan menandatangani draf PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk maju dalam Pemilu Legislatif 2019. 

Menurut Yasonna, PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). 
"Jadi nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang," ujar Yasonna di gedung DPR, Senin (4/6/2018).

Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik. 
Dengan demikian mantan narapidana korupsi, menurut UU Pemilu, dapat mencalonkan diri sebagai caleg. Yasonna mengatakan, KPU tidak memiliki kewenangan untuk menghilangkan hak politik seseorang selama tidak diatur dalam undang-undang. 

Selain itu, lanjut Yasonna, peraturan KPU tersebut tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Putusan MK tahun 2016 terkait uji materi Undang-Undang Nomor Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) menyebut, terpidana atau terdakwa masih boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah selama tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.


0 Komentar