Jumat, 25 Mei 2018 15:12 WIB

Legislator Pertanyakan Peran BIN di UU Terorisme

Editor : Rajaman
Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Jimmy Demianus Ijie (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota Komisi I DPR RI Jimmy Demianus Ijie mempertanyakan alasan tidak diikusertakannya Badan Intelijen Negara (BIN) dalam UU Terorisme baru disahkan oleh DPR-Pemerintah dalam sidang paripurna di gedung DPR, Jumat (25/5/2018).

Padahal, peran intelijen sangat penting sebagai instrumen untuk memberantas terorisme.

"Kenapa BIN sebagai unsur instrumen intelijen tidak dilibatkan dalam UU Terorisme?," tanya Jimmy heran di gedung DPR.

Legislator dari Papua Barat ini menjelaskan, data dari intelijen sangatlah penting bagi aparat penegak hukum baik itu TNI-Polri untuk melakukan penindakan. 

Terlebih lagi, adanya serangkaian aksi teror terjadi belakangan ini dituding karena peran intelijen tidak berfungsi maksimal.

"Beberapa kejadian rentetan aksi teror terjadi karena kita kerap kali menyalahkan inteleijen yang tidak punya data dan sebagainya sehingga satu pihak satu sama lain saling menyalahkan. Karena itu kenapa peran intelijen tidak ada sama sekali dalam UU Teorisme baru disahkan ini," ujarnya. 

Sebelumnya, DPR bersama pemerintah hari ini akan mengambil keputusan pengesahan mengenai revsisi UU Terorisme akan disahkan menjadi UU pada rapat paripurna.

Sebelum seluruh anggota DPR menyetujui pengesahan RUU Terorisme. Pimpinan sidang paripurna di ketuai Wakil Ketua DPR Agus Hermanto meminta kepada Ketua Pansus Terorisme M Syafi’i membacakan laporan hasil rapat sinkronisasi telah dilakukan oleh pansus maupun pemerintah selama beberapa hari terakhir.

Syafii mengatakan, mereka telah mengadakan rapat dengan sejumlah pihak terkait. Mulai dari pemerintah maupun ormas dan LSM, disebut Syafii dimintai pendapat.

“Kapolri, Komnas HAM, Kemenag, Setara Institute, ICJR,” ujar Syafii dalam membacakan laporan dihadapan sidang paripurna DPR, di gedung DPR, Jumat (25/5/2018).

Syafii lalu menjelaskan hal-hal baru yang dimuat dalam RUU Antiterorisme.

“Mengatur kriminalisasi baru yang sebelumnya bukan tindak pidana terorisme,” sebut Syafii.

Kriminalisasi baru yang dimaksud Syafii ialah mengatur soal jenis bahan peledak, dapat memproses orang yang mengikuti pelatihan militer atau paramiliter atau latihan lain, baik di dalam negeri maupun luar negeri dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme.

Usai Syafi’i membacakan laporannya. Kembali Wakil Ketua DPR Agus Hermanto memimpin sidang menanyakan kembali kepada seluruh anggota DPR apakah RUU Terorisme dapat disetujui.

“Untuk selanjutnya kami akan menanyakan ke seluruh Fraksi. Apakah RUU atas UU 15/2003 tentang Penetapan Perppu 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat disetujui jadi UU?” kata Agus menanyakan kepada anggota dewan.

“Setuju!” jawab anggota DPR peserta paripurna.

 

 

 

 


0 Komentar