Kamis, 19 April 2018 15:18 WIB

Sikap Diskriminasi Dirut PT Telkom Disesalkan

Editor : Rajaman
pengurus PB Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Persoalan dana CSR yang dibagikan oleh PT Telkom Indonesia mendapat protes keras dari ormas islam, jika sebelumnya PBNU kali ini datang dari Muhammadiyah. Apa yang dilakukan oleh PT Telkom yang tidak adil membagikan dana CSR untuk Masjid dan Gerja adalah bentuk diskriminasi.

“PT Telkom mencari hidup di tengah mayoritas Muslim di Indonesia. Oleh karena itu, dengan posisi bisnisnya tersebut, Telkom harus proporsional dalam membagi dana CSR.  Maksudnya Proporsional itu, Telkom harus paham bahwa pasar Muslim yg besar itulah yang mesti dipupuk dan dihargai sesuai proporsinya,” ujar pengurus PB Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya saat dihubungi wartawan, Kamis (19/4/2018).

Dijelaskan Mustofa, posisi Telkom, bukan dalam rangka misi khusus terhadap agama tertentu. Namun Telkom wajib memberikan hak CSR pada semua pihak sesuai proporsinya. Jika tidak proporsional, maka akan menimbulkan gejolak.
 
Makna proporsional juga bukan berarti bahwa, penyaluran CSR tidak terkait dengan selera Dirutnya. Jika sesuai Dirutnya, maka bisa jadi, yang mendapatkan jatah CSR, hanya pihak yang disukai oleh Dirut. Atau bahkan yang lebih parah. 

”Jika bagi-bagi dana CSR hanya sebatas selera Dirut, maka akan terjadi suatu waktu bahwa dana CSR hanya menguntungkan kepentingan kelompoknya. Termasuk kelompok agamanya,” papar pegiat Medsos ini.

Disarankan lebih lanjut, sebagai BUMN yang hidup dan mencari keuntungan di tengah Mayoritas Muslim, tentu Telkom harus memberikan dana CSR yang adil. Besaran 3,5 Milyar untuk Gereja dan 100 Juta untuk Masjid, tentu BUKAN pembagian yang wajar. Itu diskriminasi yang tidak boleh terjadi di Indonesia. 

“Menurut saya, ini cenderung mirip bentuk lain dari penghinaan oleh pejabat publik kepada kelompok agama. Kebijakan seperti itu, benar-benar sangat merendahkan kelompok Muslim di NTT. Belum pernah saya dengar pejabat seperti ini, dalam melakukan kebijakan pembagian dana CSR,” ujarnya.

Ditanya untuk meredam gejolak umat, apakah Dirut PT Telkom harus dicopot? Mustofa mengatakan jika Presiden punya sensitifitas, sebaiknya pejabat seperti ini dinon aktifkan saja. Jangan sampai, tercemar gara-gara ulah segelintir orang yang tidak jelas motifnya apa. 

Membangun negeri ini, memerlukan kontribusi banyak orang. Namun, merobohkan negeri ini, bisa diawali oleh satu orang.
“Di-non aktifkan lebih dulu untuk diperiksa kemungkinan ada motif yang melatarbekakangi kebijakannya itu,” ujarnya.

Tidak hanya itu, jika ada indikasi kasus lain, posisi non aktif yang bersangkutan sangat memungkinkan untuk diperiksa secara intensif. Jika dalam pemeriksaan memang terbukti ada indikasi kesengajaan melakukan diskriminasi, maka yang bersangkutan silahkan dipecat agau diganti dengan pejabat yang lebih baik. 

“Sudah saatnya, Presiden melakukan bersih-bersih terhadap pejabat yang tidak mampu dan tidak mau bersama-sama membangun negeri ini. Apalagi jika indikasi ketidakmampuan menjadi bos di Telkom terbukti, lebih baik Presiden memerintahkan Menteri BUMN untuk merotasi yang bersangkutan,” pintanya.

Ditambahkan Mustofa, dirinya sangat menyesalkan, untuk apa menaruh orang seperti itu di tempat seperti Telkom? 

“Kayak tidak ada yang lain saja. Intinya, siapapun yang menjadi parasit, sebaiknya segera dibuang saja, agar nantinya tidak merugikan negeri kita ini. Mumpung masih di Telkom. Nanti kalau sudah jadi Menteri, lebih merepotkan lagi. Dan yang lebih penting, ini sudah jaman digital. Nama-nama orang yang bermasalah sebaiknya dicatat dan selalu disimpan Jangan sampai tanpa sadar, kita memelihara macan di dalam rumah. Membahayakan,” tandasnya.


0 Komentar