Jumat, 02 Februari 2018 23:59 WIB

Elektabiltas Jokowi Tertinggi

Editor : Yusuf Ibrahim
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam temuan terbarunya menyebutkan angka elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini sebesar 48,50 persen atau tertinggi dibanding capres dari tokoh-tokoh nasional lainnya setahun menjelang Pilpres 2019.

Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby kepada pers di Jakarta, Jumat (02/02/2018), mengatakan, elektabilitas Jokowi sebagai petahana masih tertinggi dibanding capres lainnya.

Namun posisi elektabilitasnya belum aman, karena elektabilitasnya masih dibawah 50 persen serta ada dukungan sebesar 41,20 persen yang menyebar ke kandidat-kandidat capres lainnya. Sebesar 10,30 persen responden belum menentukan pilihan.

Survei LSI itu dilakukan pada 7-14 Januari 2018, jumlah responden 1.200 dipilih berdasarkan multi stage random sampling. Wawancara tatap muka dengan responden dilakukan serentak di 34 propinsi.

Survei ini dibiayai sendiri sebagai bagian layanan publik LSI Denny JA. Margin of error plus minus 2,9 persen. Survei dilengkapi dengan riset kualitatif seperti FGD, media analisis, dan depth interview narasumber.

Adjie mengatakan, kepuasaan terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden di atas 70 persen. Mereka yang menyatakan sangat puas terhadap kinerja Jokowi sebesar 9,30 persen.

Yang menyatakan cukup puas sebesar 65,60 persen. Artinya jika digabung antara mereka yang sangat puas dan cukup puas, maka kepuasaan terhadap kinerja Jokowi sebesar 74,90 persen. Sementara ada 21,30 persen publik yang menyatakan kurang puas.

Ada tiga alasan elektabilitas itu belum aman, pertama, publik belum merasa aman dengan permasalahan ekonomi. Kedua, Jokowi rentan terhadap isu primordial. Ketiga merebaknya isu buruh negara asing.  

"Tiga isu ini akan menjadi isu kunci yang menentukan kemenangan Jokowi dalam pilpres nanti. Jokowi akan makin kuat dan perkasa jika tiga isu ini dikelola dengan baik. Dan sebaliknya Jokowi akan melemah jika tiga isu ini terabaikan," katanya.

Adjie mengatakan, LSI membagi ke dalam tiga divisi para bakal capres penantang Jokowi. Divisi 1 adalah tokoh/capres yang popularitasnya di atas 90 persen. Dari nama-nama yang akan bertarung hanya Prabowo Subianto yang masuk ke dalam Divisi 1.

Divisi 2 adalah tokoh/capres yang popularitasnya diantara 70-90 persen. Tokoh masuk ke dalam divisi 2 ini hanya Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Divisi 3 adalah tokoh/capres yang popularitasnya di antara 55-70 persen. Tokoh yang memenuhi kriteria ini hanyalah Gatot Nurmantyo. 

LSI juga memprediksi akan ada cawapres berlatar belakang militer, ada 3 nama yang paling potensial menjadi cawapres. Ketiga nama tersebut antara lain, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan popularitas sebesar 71,2 persen, Gatot Nurmantyo dengan popularitas sebesar 56,5 persen, dan Moeldoko dengan popularitas 18,0 persen. 

Dari bursa cawapres berlatar belakang Islam, ada 2 nama yang punya peluang dibanding tokoh yang lain. Kedua nama tersebut adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar (Cak Imin) popularitasnya sebesar 32,4 persen. Selanjutnya Gubernur NTB TGH M. Zainul Majdi (TGB), yang popularitasnya sebesar 13,9 persen. 

Dari bursa cawapres dari latar belakang partai politik, ada 2 (dua) nama yang mungkin muncul, yaitu Airlangga Hartarto, sebagai Ketua Umum partai Golkar dan Budi Gunawan.

Dari bursa cawapres profesional ada 4 nama yang diprediksi punya peluang sebagai cawapres. Yaitu 2 nama dari adalah tokoh yang masuk dalam kabinet kerja Jokowi yaitu Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani. Dan tokoh pungusaha mewakili wilayah barat dan timur. Yaitu Chairul Tanjung pengusaha sukses dari Jakarta dan Aksa Mahmud, pengusaha sukses berasal dari Sulawesi Selatan.

Adjie menambahkan, hal lain perlu dipertimbangkan dalam pilpres 2019 adalah cooperation. Istilah ini mengacu pada competition dan cooperation: berkompetisi kemudian bekerja sama.

Agar terbentuk pemerintahan yang kuat, capres yang bertarung dalam pemilu dapat bekerjasama setelah selesai pemilu. Dua capres utama bisa membentuk pemerintahan bersama. Yang menang mengajak yang kalah masuk dalam pemerintahan baru.(ant)


0 Komentar