Minggu, 28 Januari 2018 19:23 WIB

Dalami Pengakuan Mirwan Amir, KPK Didesak Panggil SBY

Editor : Amri Syahputra
Petrus Selestinus

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi (TPDI), Petrus Selestinus menilai pengakuan mantan Politisi Partai Demokrat,  Mirwan Amir di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor terkait keterlibatan mantan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono dalam korupsi E-KTP adalah pernyataan yang sangat penting. Terutama  dalam membantu KPK mengungkap tuntas siapapun yang diduga terlibat dalam proyek nasional pengadaan e-KTP tersebut.

Menurut Siaran Pers Tigapilarnews.com Petrus, beranggapan kesaksian Mirwan Amir itu adalah pernyataan yang diberikan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor sebagai Keterangan Saksi yang diberikan di bawah sumpah dalam kapasitas dirinya sebagai Saksi untuk terdakwa Setya Novanto. "Sebagai keterangan seorang saksi yang diberikan di bawah sumpah, maka keterangan Saksi Mirwan Amir, mempunyai nilai pembuktian yang sangat kuat," ujar Petrus di Jakarta, Sabtu, 27/1/2018.

Pasalnya kata Petrus, hal yang disampaikan Mirwan Amir dalam persidangan tersebut adalah apa yang didengar, dilihat dan dialami sendiri. Hal ini tidak boleh dikarang atau berdasarkan informasi yang didengar dari cerita orang lain (testimonium de auditu). Sebab memiliki konsekuensi hukum sehingga tidak boleh dianggap sebagai saksi palsu. Salah satu terdakwa yang dikenai kesaksian palsu adalah Miryam Haryani.

Petrus juga meminta Partai Demokrat harus mendorong KPK memanggil SBY untuk didengar keterangannya sebagai Saksi dalam penyidikan kasus e-KTP. Hal itu dilakukan kata Petrus untuk mengungkap peran pihak lain yang hingga saat ini belum diungkap tuntas oleh KPK dan para Terdakwa lainnya yang sudah lebih dahulu diproses, juga terkait jatah Demokrat Rp. 150 Miliar.

"Keterangan Saksi Mirwan Amir bahwa dirinya pernah meminta kepada SBY yang pada waktu itu adalah sebagai Presiden RI dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, sedangkan Mirwan Amir saat itu adalah sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat menjabat Wakil Ketua Banggar, harus dipandang secara positif sebagai sikap yang berani dan jujur," jelasnya.

Dikatakan Petrus, terlebih karena terdapat fakta lain yang sudah diungkap lebih dahulu oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan terdakwa Irman dan Sugiharto dan Surat Dakwaan Terdakwa Andi Narogong dalam perkara dugaan korupsi proyek nasional e-KTP bahwa Partai Demokrat mendapatkan jatah dari uang dugaan korupsi e-KTP,  sebanyak Rp150 Miliar rupiah di samping partai-partai lainnya.

Menurut Petrus, KPK harus didukung untuk mengungkap tuntas dugaan korupsi proyek nasional e-KTP ini pada bagian hulu dari korupsi. Karena pada kenyataannya Jaksa Penuntut Umum KPK dalam Surat Dakwaan Jaksa terhadap beberapa terdakwa, dengan tegas menguraikan jumlah uang negara yang diduga dikorupsi.

"Kemana saja aliran dana korupsi itu diberikan dan besaran jumlah yang diberikan kepada pihak-pihak yang berperan, termasuk untuk Partai Demokrat yang mendapat jatah Rp. 150 miliar," jelasnya. "Hingga saat ini tidak ada satupun pimpinan Partai Politik yang membantah atau mengiyakan, sementara terdapat fakta hukum bahwa SBY menolak membatalkan proyek nasional e-KTP meskipun sudah diberitahukan oleh Mirwan Amir," jelasnya.

Petrus menambahkan, antara kesaksian Mirwan Amir di bawah sumpah dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto dan Isi Surat Dakwaan dalam perkara terkait dengan terdakwa Irman dan Sugiharto dan perkara Andi Narogong di satu pihak dan nyanyian Muhammad Nazaruddin di pihak yang lain, terdapat persesuaian antara fakta dan peristiwa yang disajikan bahwa proyek nasional e-KTP ini adalah proyek pemerintahan Presiden SBY yang ketika itu dikelola oleh Kementerian  Dalam Negeri RI.

Sementara itu di DPR RI proyek ini dikawal oleh Ketua Fraksi Golkar dan Ketua Fraksi Demokrat. Sementara ada fakta hukum yang sudah diungkap oleh KPK, bahwa Partai Demokrat mendapatkan jatah sebesar Rp150 Miliar. "Tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak memanggil SBY untuk dimintai keterangan sebagai Saksi dalam perkara korupsi e-KTP ini guna memperkuat persangkaan dimaksud," tegas Advokat Peradi ini.

Sebelumnya diberitakan, Mirwan pernah meminta SBY menghentikan proyek pengadaan e-KTP. Namun, permintaan itu ditolak SBY. Hal itu dikatakan Mirwan saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 25/1/2018. Mirwan bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto. "Saya menyampaikan ke Pak SBY agar e-KTP tidak diteruskan," ujar Mirwan di dalam persidangan.

Sementara Setya Novano sendiri juga sudah menyatakan jika dirinya siapuntuk menjadi justice collaborator guna mengungkap peran figur yang lebih besar darinya di kasus e-KTP. Bukan tidak mungkin figur yang dimaksud oleh Setya Novanto ini adalah Presiden RI ke-6 tersebut.


0 Komentar