Kamis, 10 Agustus 2017 10:31 WIB

Kepolisian Harus Beri Izin Pansus Tinjau “Safe House” KPK

Editor : Rajaman
Suparji Achmad (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana mengunjungi rumah sekap atau safe house pada Jumat (11/8/2017). Keberadaan rumah sekap sebelumnya diungkapkan oleh saksi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa alias Miko pada pansus angket.

Menurut keterangan Niko, rumah sekap tersebut digunakan untuk mengondisikan kesaksian palsu. Namun, langkah Pansus ini masih menunggu sinyal Kepolisian. Hal ini lantaran Niko sebelumnya telah melaporkan perihal penyekapannya ke Bareskrim Polri.‎

Komunikasi dengan kepolisian terkait rencana kunjungan tersebut telah dikoordinasikan.

‎Menurut Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad‎, kepolisian harus memberikan izin atau sinyal bagi Pansus untuk meninjau rumah sekap KPK yang diketahui berada di dua lokasi. Satu berada apartemen di daerah Kelapa Gading dan satu lagi di daerah Depok.

“Ya harus memberi izin karena itu juga menjadi metode DPR melakukan pengawasan sebagaimana kegiatan kunjungan ke loka‎si,” ujar Suparji Achmad, saat dihubungi, Kamis (10/8/2017).

Suparji menilai peninjauan ini bisa dilakukan agar Pansus mendapatkan data dan fakta mengenai kinerja KPK. Selain itu, lanjut dia, keberadaan rumah sekap belum jelas regulasinya. Sehingga, keberadaanya patut di pertanyakan.

“Pansus KPK perlu memastikan keberadaannya dan dasar hukum pembentukannya. Kalau tidak ada dasar hukum berarti ilegal,” katanya.

Lebih lanjut Suparji mengatakan bahwa kewenangan membentuk rumah sekap berada pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Karena sebagai bagian melindungi saksi dan korban itu menjadi kewenangan LPSK,” jelasnya.

Sementara itu, KPK telah angkat bicara soal rumah sekap tersebut. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyayangkan, Pansus tak bisa membedakan antara safe house dengan rumah untuk kebutuhan perlindungan saksi.

“Sayang sekali ada yang tidak bisa membedakan antara safe house untuk kebutuhan perlindungan saksi, dengan rumah sekap,” ujar Febri.

“Seharusnya, sebagai anggota DPR, yang bersangkutan dapat membedakan hal tersebut,” lanjut dia.


0 Komentar