Kamis, 01 Juni 2017 16:26 WIB

Penanganan DBD di DKI Tunggu Korban Jiwa

Reporter : Ryan Suryadi Editor : Hendrik Simorangkir
Ilustrasi

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Banyak warga beranggapan penanganan demam berdarah dengue (DBD) di DKI Jakarta sangat telat. Sebab, melakukan fogging tidak akan dilakukan kalau tidak ada korban. 

Kemudian, kalau ada beberapa petugas jumantik, mereka tidak bekerja secara maksimal. Sebab kenaikan gaji yang dilakukan Pemprov tidak serta merta membuat petugas menjadi aktif. Lalu pola sosialisasi jarang dilakukan. 

Sementara, musim pancaroba yang terjadi saat ini membuat jentik nyamuk bermunculan. Saluran air yang tidak bersih, membuat nyamuk berkembang, kondisi ini ditambah hujan yang datang sesekali, membuat genangan dimana-mana yang menjadikan nyamuk menjadi semakin berkembang. 

Seorang warga komplek sandang, Palmerah, Jakarta Barat, Rifna (60) mengeluhkan kondisi ini. Dirinya telah meminta kepada petugas kelurahan untuk melakukan fogging di tempatnya, yang merupakan kos-kosan. 

"Sudah saya minta. Tapi kata petugas kelurahan. SOP-nya harus ada korban dulu, sementara pakai petugas jumantik," ucap Rifna, Kamis (1/6/2017).

Rifna sendiri mengakui untuk kebersihan, dirinya cukup intens menjaga lingkungan rumahnya. Sejumlah barang bekas ia masukan dalam satu kardus kulkas besar tertutup, barang berupa botol plastik dan kaca itu ia taruh di sebuah gudang. 

Sementara terhadap sampah, setiap paginya Rifna rutin membuangnya di bak penampungan depan rumah untuk diambil petugas lingkungan hidup di bawa ke TPS. 

"Kami juga melakukan pengurasan terhadap pengurasan air tiap tiga hari, semua bak, toren air, maupun penampungan lainnya di kuras," ucapnya.

Hal sama diucapkan, Badri (43) seorang warga di Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat. Nyamuk semakin tak terkontrol, setiap malamnya nyamuk berseliweran di rumah dan dalam kamar. Upaya penyemprotan dengan obat nyamuk tak mampu membuat nyamuk pergi. 

Badri sendiri mengakui dirinya sempat mengeluhkan hal ini kepada kelurahan, untuk dilakukan fogging. Namun oleh petugas, penyemprotan tak dilakukan sebelum adanya korban. "Katanya harus suspect dulu. Dan dipastikan endemik," kata Badri.

Badri menambahkan, penyemptotan fogging sendiri sudah pernah dilakukan oleh pihak pemerintah pada dua tahun lalu. Kala itu, seorang warganya kritis terbaring lemah di ruang icu RSUD Cengkareng. Seminggu setelah kejadian itu, barulah kelurahan melakukan fogging usai didesak oleh warga sekitar.

Sementara itu, Camat Palmerah, Zery Ronazy mengaku melakukan fogging tidak bisa dilakukan sembarang. Sebab harus dianalisis, salah satunya melaporkan apa adanya warga yang kena dbd atau tidak. 

"Kalau memang banyak nyamuk, itu tandanya sekeliling atau gotnya kumuh, dan itu harus dibersihkan," tegas Zery. 

Zery sendiri mengakui dirinya tak bisa berbuat banyak mengenai aturan baku itu. Sebab ketentuan itu sudah merupakan SOP yang dilakukan pemerintah provinsi terhadap pencegahan demam berdarah. 

Meski demikian, Zery mengaku laporan dan analisis demam berdarah bisa di sampaikan kepada petugas jumantik. Petugas ini nantinya akan melakukan pengecekan dan pendataan terhadap lingkungan. 

"Apakah perlu fogging atau hanya bergotong royong membersihkan wilayah," tutupnya.


0 Komentar