Kamis, 27 April 2017 20:31 WIB

KPK Sita Dokumen Penyidikan Suap Pengadaan Pesawat

Editor : Sandi T
Febri Diansyah. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menyita sejumlah dokumen dan beberapa media penyimpanan digital setelah melakukan penggeledahan dalam penyidikan tindak korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C di PT Garuda Indonesia.

"Penggeledahan yang dilakukan kemarin di kantor milik tersangka Soetikno Soedarjo (SS) selesai dilakukan sekitar pukul 20.30 WIB dan dari proses penggeledahan itu penyidik menyita sejumlah dokumen dan beberapa media penyimpanan digital," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/4/2017).

Menurut Febri, setelah dilakukan penggeledahan dan penyitaan itu penyidik KPK akan melakukan analisis terhadap hasil penggeledahan secara intensif terkait dengan proses penyidikan indikasi suap yang sedang berjalan saat ini.

KPK melakukan penggeledahan kembali dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C di PT Garuda Indonesia.

"Tim hari ini (Kamis) melakukan penggeledahan kembali di kantor tersangka Soetikno Soedarjo (SS) di PT Mugi Rekso Abadi (MRA) dan PT Dimitri Utama Pribadi yang terletak di Wisma MRA di Jalan TB Simatupang Jakarta Selatan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Sebelumnya penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan di dua lokasi itu pada 18-19 Januari 2017.

"Pada penggeledahan pertama, penyidik menyita sejumlah dokumen terkait dengan data perusahaan, data perusahaan yang diduga milik tersangka di Singapura kemudian data kepemilikan aset, data perbankan, dan barang-barang bukti elektronik," ujarnya.

Menurut Febri, sampat saat ini dalam proses penyidikan itu tim KPK masih melakukan pengolahan data dan tentu saja berkoordinasi dengan negara lain dalam hal ini Singapura.

"Karena ini adalah indikasi korupsi yang bersifat lintas negara sehingga berkoordinasi dengan otoritas setempat terkait dengan kekayaan atau aset yang dimiliki di Singapura," ucap Febri.

Mantan Dirut PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.

Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura. Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.

Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pounsterling (sekitar Rp11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.

KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.

KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.

Emirsyah disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

sumber: antara


0 Komentar