Kamis, 08 Desember 2016 16:40 WIB

Mahfuz: Penerapan UU ITE Secara Serampangan Bisa Timbulkan Masalah Baru

Editor : Rajaman
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Usai aksi damai 212 (2 Desember) dan 412 (Parade Bhinneka Tunggal Ika) 4 Desember 2016 lalu, masih menyisakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian serius.

Pasalnya tindakan "perang" opini dan informasi antara pihak yang pro dan kontra terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mulai didekati dengan penegakan hukum melalui Undang-undang No. 11 Tahun tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Mantan Ketua Komisi I DPR Mahfuz Sidik mengatakan, penerapan secara serampangan UU ITE tidak akan menuntaskan masalah, justru menimbulkan masalah baru.

"Kalau UU ITE terkait dengan pelanggaran dan sanksi pidana mau diterapkan dengan gebyah-uyah, maka akan ada ribuan netizen yang akan masuk penjara. Baik dari kalangan yang pro maupun kontra. Lalu ribuan orang lain akan saling melaporkan satu sama lain." jelas Mahfuz dalam keterangan pers, Kamis (8/12/2016).

Menurut Mahfuz, aparat penegak hukum harus melihat dan mempertimbangkan konteks persoalan yang terjadi.

"Kalau gak ada kasus Ahok, gak akan ada perang opini dan informasi di media sosial. Jangankan netizen, media massa yg terikat dgn UU Pers saja juga banyak melakukan pelanggaran prinsip-prinsip jurnalistik." kata politikus PKS ini.

Pelanggaran terhadap hukum, aturan, dan etika, lanjutnya, memang tak bisa dihindari dalam konteks kasus Ahok. Jika semua bentuk pelanggaran mau diproses hukum, bisa dipastikan negeri ini akan ramai kembali.

Nanti, kata Mahfuz, akan ada pihak yang laporkan Kapolri karena melakukan kebohongan publik, yakni pernyataan bahwa pihak kepolisian membolehkan massa aksi, tapi ternyata banyak oknum aparat yang masih menghalangi massa aksi 212 berangkat.

Juga akan ada pihak yang laporkan panitia 412 karena melanggar penggunaan car free day (CFD) untuk kegiatan dengan atribut parpol.

Ada pula yang akan mengadukan adukan sesama netizen karena pelecehan dan pencemaran nama baik.

"Coba buka lagi sosmed (sosial media),semua pihak kena sasaran perang opini dan informasi. Mulai dari Presiden, Kapolri, Ahok dan juga Habib Riziq (Ketua Umum FPI), Bachtiar Nashir (Ketua GNPF MUI) dan lain. Apa semua pihak akan saling melapor ke penegak hukum?" tanya Mahfuz.

Mahfuz berharap pemerintah harus melihat dan menyikapi "perang opini dan informasi" di media sosial sebagai potret realitas sosial masyarakat Indonesia.

Presiden sendiri sangat mendorong percepatan pembangunan infrastruktur TIK, khususnya internet di Indonesia. Pengguna internet pun melonjak hingga 80 jutaan.

"Bahkan Jokowi lah yang memelopori kampanye via socmed pada saat pilgub DKI dan pilpres. Perang opini dan informasi saat itu sangat dahsyat." tegas Mahfuz.

Menyikapi hal itu, Mahfuz meminta pemerintah mulai mengintensifkan pendidikan ke masyarakat luas tentang penggunaan internet yang benar dan baik.

Meski UU ITE mengatur tentang bentuk pelanggaran dan sanksi pidananya, tapi ia menilai belum saatnya menerapkan hal itu dalam konteks imbas kasus Ahok ini.

"Jika pemerintah serampangan menerapkan sanksi pidana pada UU ITE, percayalah ini hanya akan menimbulkan masalah baru. Kita akan capek sendiri." tandas mantan Wasekjen PKS ini.
0 Komentar